hujan salju

Jumat, 18 Mei 2012

Riwayat Hidup Maria Montessori


BAB I
PENDAHULUAN
            Pendidikan merupakan unsur yang sangat dibutuhkan oleh manusia dimanapun mereka berada,karena pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran yang dapat menghantarkan kita kepada kemajuan dan kecerahan masa depan seperti apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW bahwasanya dia adalah pembawa dari zaman jahiliyah menuju zaman terang benderang,begitu pula ilmu jika kita memanfaatkannya dengan baik maka ilmu itu akan membawa kita kepada kesuksesan.
Begitu pula dalam makalah ini akan dijelaskan metode atau cara pendidikan oleh Maria Mentossori dimana beliau percaya bahwa setiap manusia melalui serangkaian lompatan kuantum pembelajaran (quantum leaps of learning) selama usia-usia pra sekolah. Usia pra-sekolah menjadi salah satu perhatian penting dalam metode Montessori karena pada masa itu anak mengalami perkembangan pesat. Masa penting pra-sekolah itu disebutnya dengan istilah "sensitive periods."
Metode Montessori tidak menyukai pengukuran prestasi secara tradisional (jenjang, ujian) dan menyebutkannya sebagai sebuah hal yang merusak pertumbuhan internal (inner growth) pada anak-anak dan orang orang dewasa. Analisis prestasi anak tidak diberikan. Sebagai gantinya, diberikan daftar ketrampilan, aktivitas dan titik-titik kritis, dan kadang-kadang pencapaian anak-anak secara naratif (kekuatan dan kelemahannya) dengan penekanan pada perbaikan kekurangannya.
               Kelas montessori secara umum dibagi dalam 2 kelompok besar: lahir-6 dan 6-12. Kelompok pada tingkat pertama biasa disebut dengan istilah "casa dei bambini" (rumah anak-anak) dan berfokus pada pembelajaan dan pengembangan diri dengan kecepatan individual. Pada tingkat kedua, kerjasama dengan orang lain dan pendidikan semesta "cosmic education" mulai diperkenalkan.
Pengelompokan umur yang variatif dipercaya menghasilkan sikap mental yang kooperatif di mana anak yang lebih tua secara otomatis berbagi pengetahuan dengan anak yang lebih mudah. Bagi siswa Montessori, belajar adalah perjalanan menemukan sendiri (journey of self-discovery) yang pada akhirnya mengarah pada tingkat konsentrasi yang tinggi, kepercayaan diri, motivasi-pribadi, disiplin-pribadi, dan kecintaan pada belajar.
                 Metode Montessori mendukung individualitas dalam seting komunal di mana setiap anak bertanggung jawab untuk diri mereka dan masyarakat luas. Konsep ini diperbandingkan dengan konsep umum yang meletakkan kelas sebagai ukuran umum pendidikan dan anak hanya bagian dari daripadanya

BAB II
ISI
1.                  Riwayat Hidup Maria Montessori
Tanda terbesar kesuksesan seorang guru adalah ketika dapat berkata, “Anak-anak sekarang bisa belajar (mandiri) seolah-olah saya tidak ada.”[1]
Kalimat diatas adalah ucapan yg pernah dilontarkan oleh Maria Montessori, Maria Montessori (Chiaravalle, Ancona, Italia, 31 Agustus 1870Noordwijk, 6 Mei 1952) adalah seorang pendidik, ilmuwan, dokter Italia. Ia mengembangkan sebuah metode pendidikan anak-anak dengan memberi kebebasan bagi mereka untuk melakukan kegiatan dan mengatur acara harian. Metode ini kelak dikenal dengan Metode Montessori.[2] Montessori adalah wanita pertama yang mendirikan sekolah medis di Italia dan membangun psikologi yang berbasis sistem pendidikan dan disebarkan ke dunia internasional. Setelah itu ia
mendirikan universitas di Roma dimana ia mempelajari ilmu dokter anak dan
psikiatris. Montessori menjadi tertarik pada pembelajaran dan pengembangan anak-
anak. Ia membiayai anak jalanan dan mengobservasi mereka dengan uangnya sendiri.
Tahun 1899 Montessori menjadi direktur sekolah Orthophrenic, institute medical
psikologi. Tahun 1906, Montessori menemukan The Casa dei Bambini, atau rumah
untuk anak-anak, dimana ia mengembangkan metode pedagogik yang kemudian
dikenal sebagai Sistem Montessori. Sekolah ini dibuka pada Januari 1907,
dikemudian hari metode Montessori menjadi terkenal dan berkembang ke dunia
internasional. Adapun jasa –jasa montessori antara lain :
v  Di bidang psikologi anak : montessori mengungkapkan pentingnya pengajaran disesuaikan dengan perkembangan anak. Ada masa peka perkembangan anak.
v  Di bidang pendidikan : montesorri mengungkap,bahwa tiap tiap pendidikan adalah pendidikan diri. Pendidikan adalah pedosentris. Segala usaha pendidikan harus “Al – les vom Kinde aus” ( keluar dari pribadi anak )
v  Di bidang pengajaran :
a.       Montessori adalah tokoh pendidikan kanak – kanak disamping Frobel
b.      Montessori adalah pelopor sekolah aliran baru. Pendidikan dialihkan dari materiosentris ke pedosentris, dari guru sentris ke anak sentris.
c.       Montessori mementingkan “spontan oto – aktivitas” dan keaktifan.
d.      Montessori mengubah pengajaran material menjadi pengajaran formal dengan penciptaan alat pengajaran pelatih indera,jasmani dan kecerdasan.[3]
Elizabeth G. Hainstock dalam bukunya “Metode pengajaran Montessori untuk anak
sekolah dasar”, menjelaskan bahwa metode Montessori bertujuan sebagai pengantar
prinsip, agar anak-anak mereka dapat memasuki kesenjangan pendidikan yang lebih
tinggi dengan persiapan yang matang. Pendidikan ini dimulai dari masa prasekolah,
yaitu dengan cara pendidikan Bahasa dan Matematika. Bahasa dan Matematika
merupakan dua hal yang sangat penting dan menjadi dasar untuk pendidikan
selanjutnya. Pendidikan anak dalam dua bidang ini agar mendapatkan hasil yang
optimal, maka menurut Montessori, anak harus belajar atas kemauannya sendiri, tidak
dengan dipaksa. Salah satu cara yang mudah untuk membuat anak menyukai belajar
adalah dengan cara membuat anak belajar sambil bermain karena anak-anak sangat
menyukai permainan. Oleh karena itu, sebagai orang tua dan pendidik harus kreatif
dalam memasukkan pelajaran dalam permainan anak-anak.[4]
Banyak permainan anak-anak yang dapat diterapkan oleh orang tua sebagai orang
terdekat mereka, untuk mengembangkan kemampuan intelektual, psikomotorik,
emosional, dan kognitif. Permainan-permainan itu harus diseleksi oleh orang tua dan
harus dijelaskan arti dari permainan itu. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian
dari orang tuanya terutama anak-anak yang menerima pola asuh permissive, mereka
akan cenderung mempunyai pola kebiasaan yang menyendiri dan kognisi mereka
cenderung terhambat. Hal ini dikarenakan mereka tidak bisa mengembangkan kreativitas yang ada pada diri mereka. hal ini terjadi pada anak balita, maka penyebab
utamanya adalah kesalahan orang tua dalam menerapkan pendidikan pada anaknya.
2.                  Prinsip Metode Maria Montessori
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam metode Maria Montessori adalah metode
Student Centered Learning. Maria Montessori mengajarkan anak untuk lebih aktif
berperan serta dalam pembelajaran. Dia menerapkan belajar sambil bermain agar
anak-anak lebih dapat mengerti bahan yang dibahas. Secara garis besar Montessori
juga membantu para orang tua dalam menerapkan pola pengajaran yang sesuai bagi
anaknya.
3.                  Pengaruh Metode Maria Montessori Terhadap Perkembangan Kognitif,
Afektif, dan Psikomotorik
Setiap manusia terdiri atas 3 kemampuan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor, oleh
karena itu penulis akan membahas mengenai kelebihan dengan metode Maria
Montessori dari 3 segi.
A. Kognitif
B. Afektif (emosi)
-Tidak boleh dipaksa
- Proses pendidikan harus dengan kemauan anak sendiri
- Anak harus merasa senang dalam belajar
SKEMA dan CERITA
Melalui alat yang digunakan
tanpa dipaksa
Membuat anak melakukan sesuatu
Anak menjadi senang
cerita :
Pada hari Ibu, anak-anak diminta menggambar atau membuat sesuatu untuk ibu. Anak
diberi pengertian bahwa apa yang akan mereka buat adalah tanda rasa sayang mereka
pada ibu, sehingga anak akan membuat sesuatu untuk ibunya tanpa dipaksa.
C. Psikomotor

CERITA:
            Saat bermain, anak-anak diminta untuk membuat kelompok kecil bersama teman-
temannya. Kemudian disediakan alat-alat seperti sekop kecil, pasir, batu-batuan,
gerobak kecil. Tiap kelompok diminta untuk membuat suatu bangunan sederhana, dari
permaina tersebut anak-anak dapat belajar bekerja sama untuk membangun bangunan
sederhana tersebut.
4.    Tujuan Metode Maria Montessori
Tujuan penggunaan metode Maria Montessori adalah membantu para orang tua dalam
menerapkan pola pengajaran yang efektif bagi anak mereka. Penerapan metode
belajar yang baik sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan
intelektual, kepribadian, dan dalam hubungan sosial dan emosional. Hal ini
dikarenakan umur lima tahun merupakan umur emas. Dikatakan umur emas karena
pada saat ini kemampuan intelektual anak sedang meningkat sampai taraf optimal.
Jadi orang tua harus menerapkan metode pengajaran yang baik kepada anak mereka.
Sebelum membina perlu menentukan seperangkat nilai yang mau ditanamkan. Watak
kepribadian macam apa yang ingin dilatihkan dan dikembangkan? Sikap sosial
macam apa yang hendak kita bangun? Kegiatan atau pengalaman apa yang hendak
kita berikan untuk membangun etika dan moral yang baik sesuai dengan usia? Namun
yang paling penting adalah nilai, etika dan moral dari sikap dan perilaku orang tuanya
sendiri. Nilai apa yang hendak kita transferkan kepada anak-anak? Kita dapat mencari
"potret" orang tua yang positif dalam menanamkan nilai-nilai. Pendekatan macam apa
yang hendak kita gunakan secara positif. Adapun tujuannya antara lain :
1.      Membantu para orang tua dalam menerapkan pola pengajaran yang efektif bagi
anak mereka.
2.       Membantu anak-anak didik dalam mengembangkan tingkat intelektual, psikomotor,
dan afektif yang ada pada diri mereka.
3.      Membuat anak dituntut untuk dapat berkembang sesuai dengan periode
perkembangannya saat mereka mulai peka terhadap tugas-tugasnya.
4.       Mengajarkan pada anak cara belajar yang efektif dan optimal melalui permainan.
5.      Mengembangkan keterampilan yang menekankan pada pentingnya anak bekerja
bebas dan dalam pengawasan terbatas.
6.      Anak diajarkan untuk dapat berkonsenterasi dan berkreasi.
7.      Guru hanya sebagai pengamat dan pembimbing, karena anak dibiasakan untuk
memilih sesuai dengan keinginan sendiri.
5 . Alat Permainan Edukatif ciptaan Montessori
Montessori menciptakan alat permainan yang memudahkan anak untuk mengingat
dan mengenal konsep-konsep tanpa perlu dibimbing. Alat dirancang dengan
sedemikian rupa agar anak dapat bekerja secara mandiri. Beberapa alat permainan
tersebut antara lain:
- Alat timbangan
- Silinder dengan ukuran serial sepuluh ukuran
- Tongkat-tongkat desimeter, meter
- Gambar-gambar untuk dicontoh, bahan untuk mengembangkan motorik halus
- Bentuk-bentuk segitiga, segi empat, segi enam yang dipecah-pecah
- Bentuk-bentuk tiga dimensi, kerucut, kubus, prisma, bola
- Bujur telur, limas, dan sebagainya




6 . Landasan Teori
Maria Montessori merupakan seorang pendidik yang menggunakan metode
pendidikan yang menekankan pada pentingnya anak bekerja bebas dan dalam
pengawasan terbatas. Metode Maria Montessori merupakan metode belajar pada
zaman dahulu. Sekarang, Maria Montessori lebih di kenal dengan nama Problem
Based Learning (PBL). PBL ini mempunyai nama lain yaitu Project Based Learning
(pembelajaran berdasarkan proyek), Experience Based Education (belajar berdasarkan
pengalaman), Authentic Learning (pembelajaran otentik), dan Anchored Instruction
(berakar pada kehidupan nyata).
Maria Montessori ini merupakan gabungan dari berbagai macam pembelajaran yang
disebut dengan kolaboratif learning. Kolaboratif learning terdiri dari PBL, PQ4R,
SQ3R. Metode Maria Montessori membuat anak dituntut untuk dapat berkembang
sesuai dengan periode perkembangannya saat mereka mulai peka terhadap tugas-
tugasnya. Maria Montessori berpusat pada peserta didik. Oleh sebab itu, disebut
dengan Student Centered Learning.
Pada metode ini guru hanya bersifat sebagai fasilitator dan mediator saja selebihnya
menjadi tanggung jawab peserta didik. Student Centered Learning ini lebih
menekankan pada pembelajaran-pembelajaran kasus. Peserta didik di bagi menjadi
kelompok-kelompok, lalu peserta didik belajar cara untuk mengkaji masalah,
menganalisa dan mencari solusi masalah yang dikaji. Setelah itu, peserta didik
mengajukan pertanyaan atau masalah, lalu terintegrasi dengan disiplin ilmu lain.
Setelah itu, penyelidikan otentik pun dapat dilakukan dan akan menghasilkan produk
atau karya yang menggangumkan. Cara inilah yang akan menghasilkan sumber daya
manusia yang potensial.
Belajar dengan kasus-kasus dapat mempengaruhi kognitif dan metakognitif peserta
didik itu sendiri. Peserta didik dapat mengembangkan kemampuan kognitif dan
metakognitif pada saat mereka belajar. Tujuan yang ingin dicapai adalah dengan cara
mengkonstruksikan pengetahuan yang telah mereka dapat sebelumnya. Selain itu,
Faktor sosial dan faktor individu itu sendiri berpengaruh dalam metode ini. Metode
ini mengajarkan agar peserta didik aktif dalam bertanya dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan.
Cara pembelajaran lainnya adalah Teori Scaffolding, dimana guru memberikan
materi, lalu peserta didik menangkapnya dan berjalan terus hingga akhirnya peserta
didik sudah mendapat banyak materi dan guru sedikit memberikan materi. Pada saat
ini peserta didik dituntut untuk berkonsentrasi agar dapat menangkap apa yang telah
diberikan oleh guru. Kita seharusnya membantu anak untuk menjadikan fantasi
sebagai suatu hal yang nyata. Setiap orang berimijanasi, namun kita harus mengetahui
cara mengembangkan imajinasi tersebut.

7 . Tahapan Teori Penggunaan Metode Maria Montessori Dalam Membentuk Perkembangan kepribadian
Maria Montessori mengidentifikasikan beberapa tahap perkembangan yang berbeda
dan dia percaya setiap orang secara adekuat sebagai orang dewasa mempunyai
kepuasaan dalam setiap tahap. Berikut ini adalah beberapa tahap yang dikemukakan
oleh Maria Montessori:
1.      Selama tahap pertama (masa bayi), anak-anak membutuhkan perasaan nyaman dan
hubungan kepuasaan dengan Anda, Ibunya atau ibu pengganti
2.      Di tahap selanjutnya, dia mulai berkembang secara individual. Dia tetap
membutuhkan ibunya terutama ketika ia mencoba melakukan sesuatu, sebab dia
sering melakukan kesalahan, yang dapat menyebabkan dia kehilangan kepercayaan
diri dan mulai ragu akan kemampuan dirinya.
3.      Di tahap paling akhir yaitu tahap 3 - 6 tahun, koresponden menerapkan pikiran
yang membuat kepribadian anak-anak menjadi normal.
8 . Tabel Kondisi yang Mempengaruhi Kepribadian Anak
9 . Pengaturan dalam perkembangan menentukan kapasitas intelektual anak
Montessori mengemukakan beberapa point penting yang membantu anak-anak secara
potensial dalam perkembangan intelektual mereka. Berikut ini adalah beberapa cara
yang dikemukakan oleh Montessori:
1.      Mengizinkan anak anda untuk aktif, membiarkan mereka untuk belajar
mengeksplorasi sensori yang ada di sekitar mereka.
2.       Mengakui periode sensitive mereka dan mengizinkan mereka untuk mengulangi
aktivitas mereka ketika mereka dalam keadaan terbaik.
3.      Memperkenalkan motivasi yang penting dan bagaimana pengaruhnya dalam
pembelajaran.

10 . PENERAPAN METODE MARIA MONTESSORI
Secara normal setiap anak memiliki karakteristik untuk suka mencari tahu, suka
bekerja, konsentrasi spontan, mulai memahami realita, suka ketenangan dan bekerja
sendiri, memiliki rasa posesif, ingin melakukan semuanya sendiri, patuh, mandiri dan
memiliki inisiatif, disiplin diri, spontan, dan ceria. Kesemua sifat ini dimiliki anak
secara normal dan metode pengajaran yang diterapkan tidak melawan kenormalan ini.
Orang tua harus menggunakan karakteristik itu untuk memasukkan berbagai
pemahaman dan nilai.
Metode pembelajaran yang sesuai dengan tahun-tahun kelahiran sampai enam tahun
biasanya menentukan kepribadian anak setelah dewasa. Tentu saja juga dipengaruhi
seberapa baik dan sehat orang tua berperilaku dan bersikap terhadap anak-anak sejak
usia dini. Perkembangan mental usia awal berlangsung cepat, inilah periode yang
tidak boleh disepelekan. Anak-anak memiliki periode-periode sensitif atau kepekaan
untuk mempelajari atau berlatih sesuatu. Sebagian besar anak berkembang pada masa
yang berbeda dan membutuhkan lingkungan yang dapat membuka jalan pikiran
mereka.
Tahap perkembangan anak:
a) Lahir – 3 tahun : memiliki kepekaan sensoris dan pikiran, sudah dapat menyerap
pengalaman-pengalaman melalui sensorinya.
b) 1 ½ tahun – 3 tahun : kepekaan bahasa dan sangat tepat mengembangkan
bahasanya (berbicara, bercakap-cakap, menirukan)
c) 2 – 4 tahun : koordinasi gerakan otot (latihan berjalan), berminat pada benda-benda kecil, sadar adanya urutan waktu (pagi, siang, malam).
d) 3 – 6 tahun : kepekaan peneguhan sensoris, kepekaan inderawi. Usia 3 – 4 tahun
anak memiliki kepekaan untuk menulis. Usia 4 – 6 tahun anak memiliki kepekaan
yang bagus untuk membaca.
11 . Penerapan Metode dalam Situasi Praktis
Montessori mengatakan bahwa ketika mendidik anak-anak, kita hendaknya ingat
bahwa mereka adalah individu-individu yang unik dan akan berkembang sesuai
dengan kemampuan mereka sendiri. Tugas kita sebagai orang dewasa dan pendidik
adalah memberikan dorongan belajar dan memfasilitasinya ketika mereka telah siap
untuk mempelajari sesuatu. Tahun - tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang
baik untuk suatu pembentukan, yang merupakan masa paling penting baik untuk
perkembangan fisik, mental maupun spiritual. Di dalam keluarga dan pendidikan yang
demokratis, orang tua dan pendidik berusaha memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan yang dibutuhkan oleh anak.
Selain Maria Montessori, ada beberapa tokoh yang mengajarkan tentang pentingnya
pengasuhan dan pembelajaran ketika masih kanak-kanak, salah satunya adalah Ki
Hajar Dewantara dan Langeveld. Ki Hajar Dewantara meyakini bahwa suasana
pendidikan yang tepat dan baik adalah dalam suasana kekeluargaan dan dengan
prinsip asih (kasih), asah (memahirkan) – asuh (bimbingan).
Anak bertumbuh kembang dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih sayang,
pengasuhan yang penuh pengertian dan dalam situasi yang nyaman dan damai. Ia
menganjurkan agar dalam pendidikan, anak memperoleh pendidikan untuk
mencerdaskan otak kiri dan meningkatkan keterampilan tangan (educate the head, the
heart and the hand). Kegiatan pembelajaran dan pendidikan didesain sedemikian
sehingga berlangsung alamiah seperti bermain di "TAMAN". Sejak kecil anak anak
hendaknya dilatih keterampilan tangannya. Anak jangan dicabut dari suasana keluarga
dan dunia bermain mereka.
Pembelajaran dan pelatihan kebiasaan semua dibungkus dalam permainan, dalam
suasana riang, dan seperti di dalam keluarga. Hal yang patut diberi perhatian pada
masa ini adalah pembiasaan dan pelatihan menggunakan panca indera (sensing) serta
persiapan untuk dapat membaca, menulis dan berhitung dengan latihan berbicara,
menggambar, melukis, bernyanyi, menari dan mengenal dunia lingkungan sempit
mereka. Mereka juga memiliki imajinasi yang kreatif. Oleh sebab itu,
mereka
cenderung menyukai cerita-cerita imajinatif dan merangsang imajinasi mereka. Hal
ini ditujukan untuk mengembangkan daya imajinasi, kreativitas, kemampuan
berbicara, mendengarkan dan mengarang.
1.      Selain itu Langeveld berpendapat bahwa sejak usia tiga setengah tahun seorang anak
sudah mampu menerima pendidikan. Langeveld menengahi bahwa pada tahap Taman
Kanak-kanak (3 – 6 tahun), kemampuan-kemampuan yang hendaknya dicapai siswa
adalah:Berbahasa lisan, berbicara dan bercerita
2.      Mengenal pola kehidupan sosial (aku, keluarga, dan sekolah) yang mencakup
dirinya dan lingkungan yang dekat dengan dirinya (egosentrisme)
3.       Mengerti dan menguasai keterampilan untuk kepentingan kebutuhan sehari-hari,
seperti misalnya mandi, menggosok gigi, berganti pakaian, makan, dan ke toilet.
4.      Keinginan untuk berkhayal, dan belum dapat membedakan secara tegas antara kenyataan dan imajinasi belaka.
Cara yang paling tepat dalam mendidik anak supaya anak dapat hidup mandiri yaitu
membiarkan anak mengamati pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan perawatan
rumahnya, dan biarkan mereka mengetahui bahwa segalanya harus dilakukan secara
teratur dan bersih. Hal ini dikarenakan anak suka meniru kegiatan yang dilakukan
oleh orang dewasa, dan kita harus membiarkan dia mengetahui bahwa semua itu dia
lakukan karena merupakan tanggung jawabnya, bukan karena mengharapkan hadiah
dari Anda.
Beberapa situasi praktis yang dapat dilakukan anak yang berumur 2-4
tahun di rumah misalnya membuka dan menutup laci, papan kerja atau bingkai
pakaian, menuang beras, membersihkan debu, membawa kursi, melipat serbet, menata
meja, mencuci peralatan makan, mencuci tangan, mencuci meja, menyapu lantai,
menggosok peralatan dari perak, menyemir sepatu, mengikat tali sepatu, dll
Membuka dan Menutup Laci
Usia 2 ½ tahun – 4 tahun
Yang dibutuhkan:
* Lemari berlaci milik anak sendiri
Peragaan:
* Pertama-tama letakkan dua jari dan ibu jari pada masing-masing tombol atau
pegangan.
* Bukalah dan tutup satu laci dengan hati-hati dan tanpa suara.
* Lanjutkan dengan cara seperti ini pada laci-laci yang ada, kemudian mintalah
kepada anak untuk melakukannya sendiri.
Tujuan:
* Mengajar anak agar menghargai ketenangan dan kerapihan.
* Memberikan anak perasaan bangga ketika dia mampu membuka dan menutup laci
dengan tenang tanpa suara.
Kontrol kesalahan:
* Laci yang digunakan seharusnya tidak mengeluarkan suara.

12 . Penerapan Metode dalam Situasi Sensoris
Pada umur dua sampai empat tahun, anak ingin bermain, melakukan latihan
berkelompok, melakukan penjelajahan, bertanya, menirukan, dan mencipta sesuatu.
Pada masa ini anak mengalami kemajuan pesat dalam keterampilan menolong dirinya
sendiri dan dalam keterampilan bermain. Seluruh sistem geraknya sudah lentur, sering
mengulang-ulang perbuatan apapun yang sedang ia minati dan biasanya perhatiannya
mudah teralihkan. Di Taman Kanak-kanak, anak juga mengalami kemajuan pesat
dalam penguasaan bahasa, terutama dalam kosa kata. Hal yang menarik, anak-anak
juga ingin mandiri dan tak banyak lagi mau tergantung pada orang lain.[5]
Pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi anak-anak adalah yang selalu
"dibungkus" dengan permainan yang riang dan "enteng", bernyanyi dan menari.
Pendekatan ini hendaknya jangan dilakukan dengan paksaan. Pembelajaranpun harus
disesuaikan dengan kemampuan si anak, jangan terlalu berat tapi membuatnya cukup
mandiri untuk melakukan tugasnya sendiri. Situasi praktis dirancang untuk mengajari anak pada pekerjaan yang ada dalam lingkungannya sendiri, dengan jalan mengajari
mereka tentang hal-hal yang ada di sekitarnya. Terlalu sering kita memarahi anak
ketika menutup laci dengan keras tidak membuat anak belajar sesuatu dari
lingkungannya. Tetapi ketika anak belajar menguasai lingkungan rumahnya, dia siap
untuk memulai proses-proses belajar yang lebih rumit.Selain situasi praktis, anak berumur 2-4 tahun juga perlu diterapkan latihan sensoris.Latihan-latihan sensoris berhubungan denganpengembangan dan penajaman pancaindera, dengan demikian akan mempertajam atau mengasah kemampuan intelektualdan pengendalian anak, serta mempersiapkan mereka untuk memasuki latihan-latihanyang lebih sulit dan rumit. Sebelum memperkenalkan berbagai macam pelajaran,pastikan untuk mencermati, pada usia anak berapakah latihan-latihan tersebutditunjukkan. Ini merupakan hal yang penting, karena anak berumur dua setengah
tahun tidak akan mampu untuk mengerjakan tugas untuk anak berusia lima tahun.
Dalam situasi sensoris dikenal adanya pembelajaran tiga tahap. Pembelajaran tiga
tahap adalah untuk membantu anak memahami materi-materi pelajaran secara lebih
baik dan memungkinkan anda untuk melihat seberapa jauh anak menangkap dan
menyerap apa yang telah anda tunjukkan kepadanya.Melalui pengalaman-pengalaman sensoris, anak telah belajar menangani semua materi-materi secara lembut dan telah menyempurnakan gerakan tangan dan jari-jarinya dengan menggunakan materi-materi seperti silinder dan teka-teki tombol.Latihan-latihan ini merupakan persiapan untuk memegang pensil. Sensitivitas sentuhannya telah berkembang melalui latihan-latihan indera peraba (misalnya latihan papan kasar dan lembut, keranjang tenun, dan sebagainya), dan mata telah dilatih melalui latihan-latihan sensoris untuk mengembangkan kerja sama mata-tangan.
Anak harus menguasai betul cara memegang pensil, sebelum mereka mulai
membentuk huruf-huruf, dan kecakapan ini bisa anak peroleh melalui latihan bangn
geometric. Latihan ini juga memungkinkan anak untuk menyempurnakan kerja sama
dan pengendalian mata-tangannya, tanpa ini maka kecakapan menulis yang baik
mustahil dicapai. Bila anak telah berhasil melewati latihan bangun geometric dan
mampu mengendalikan pensil dengan baik, maka dia bisa memulai menulis huruf-
huruf yang sesungguhnya, dan kemudian menulis kata.

13 . Alat Bermain Keranjang Tenun Untuk Usia 2 ½ Tahun – 5 Tahun
Yangdibutuhkan:
* Keranjang atau kotak kecil yang berisi 2 potong kain berbentuk segi empat dengan
berbagai bahan yang berbeda (misalnya sutera, katun, kain handuk, beludru, kain
sejenis sutera).
Peragaan:
* Tunjukkan kepada anak tiga pasang kain yang mempunyai bahan sangat berbeda.
Kemudian campurlah kain-kain itu dan mintalah kepada anak untuk mencocokkan
kain-kain tersebut dengan cara merasakan dengan jari-jarinya.
* Bila sudah memahami petunjuk diatas, tambahkan lagi dengan kain yang lain.
* Mintalah mereka untuk mencocokkan kain-kain dengan mata tertutup.
Tujuan:
* Mengembangkan dan mempertajam indera peraba
Kontrol kesalahan:
* Jika salah mengerjakan, pasangan terakhir tidak akan cocok.
Dalam mempresentasikan pelajaran-pelajaran pendidikan indera-indera, seharusnya
mengikuti urutan-urutan di bawah ini:
Tahap pertama:
Pengenalan identitas (Recognition of identity)
Buatlah hubungan antara benda yang sedang ditunjukkan dan namanya. “Ini
adalah.........” Ulangi sampai anda merasa bahwa anak memahami hubungan tersebut.

Tahap kedua:
Pengenalan sesuatu yang berbeda-beda (Recognition of contrasts).
Untuk menyakinkan bahwa anak memahami, misalnya dengan mengatakan ”Berikan
saya........”


Tahap ketiga:
Membedakan antara benda-benda yang serupa (Discrimination between
similar objects).
Perhatikan apakah anak mengingat namanya sendiri. Tunjukkan bermacam-macam
benda, kemudian katakan “benda apakah ini?” Anak seharusnya bisa mengatakan
nama benda tersebut dengan benar. Jika tidak bisa, bantulah dia. Ulangi lagi proses ini
sampai dia bisa.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan latihan sensoris seperti membangun menara, membuat keranjang tenun, mainan silinder dan kotak penyimpanan, botol-botol termos, permainan kancing baju, dll.

14  . Gambar Dan Bunyinya Usia 3 ½ Tahun – 5 Tahun
Yang dibutuhkan:
* Kotak-kotak sandpaper (ampelas)
* Kotak indeks gambar-gambar
Peragaan:
* Pilihlah bunyi atau bunyi-bunyi yang ingin anda gunakan (jangan menggunakan
lebih dari dua bunyi sekaligus).
* Biarkan anak merasakan huruf dengan jari-jarinya, katakan bunyinya, kemudian
pilihlah gambar dari dalam kotak indeks yang sesuai dengan bunyi yang telah ada sebelumnya.
* Setiap kali anda mengambil gambar baru, suruh anak mengenali gambar tersebut
sekali lagi, katakan bunyinya dan beritahukan nama benda yang ada dalam gambar
tersebut. Misalnya: bunyi huruf b dengan ball, boat, boy.
* Ulangi latihan ini untuk setiap huruf.
4.4 Pengembangan Kecakapan Aritmatika
Moore meyakini bahwa kehidupan tahun-tahun awal merupakan tahun-tahun yang
paling kreatif dan produktif bagi anak-anak. Maka jika memungkinkan, sesuai dengan
kemampuan, tingkat perkembangan dan kepekaan belajar mereka, kita dapat juga
mengajarkan menulis, membaca, dan berhitung pada usia dini. Yang penting adalah
strategi pengalaman belajar dan ketepatan mengemas pembelajaran yang menarik,
mempesona, penuh dengan permainan dan keceriaan, "enteng" tanpa membebani dan
merampas dunia kanak-kanak mereka.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan pembendaharaan
kata pada anak:
1. Bicaralah dengan jelas kepada anak – hindari bicara seperti anak kecil.
2. Ajarkan nama-nama orang, dan benda dengan benar.
3. Bacakan sesuatu kepada anak.
4. Berikan buku-buku yang baik untuk dilihat-lihat untuknya. Ingatlah bahwa gambar
gambar merangsang imajinasi dan membawanya ke pembicaraan.
5. Bicaralah kepadanya.
6. Dengarkan anak ketika dia berbicara kepada Anda.
7. Biarkan mereka mendengarkan rekaman-rekaman.
8. Doronglah anak untuk berbicara dengan anak-anak yang lain dan orang dewasa.
9. Ketika belajar berbagai macam materi, bandingkan dan bedakan (besar-kecil, besar
lebih besar-paling besar, dan sebagainya).
10. Manfaatkan pembelajaran tiga tahap
Latihan sensoris sangat penting dalam mempelajari dasar-dasar aritmatika. Metode
Montessori mempunyai materi-materi yang sangat banyak untuk tujuan ini, sehingga
memungkinkan anak menjadi sangat akrab dengan angka-angka pada tahun-tahun
awal saat mereka sangat responsive terhadap lawan jenis pengalaman ini. Anak usia
tiga tahun mempunyai pikiran yang sangat logis dan tertarik pada rangkaian dan
tatanan dalam kehidupan sehari-harinya.
 Kecakapan ini berlanjut ke dalam rangkaian pembelajaran aritmatikanya, yang memungkinkan anak untuk belajar dengan mudah dan bersemangat. Gagasan terhadap kuantitas sangat jelas dan nyata dalam semua materi aritmatika Montessori. Dan konsep  dentitas maupun perbedaan dalam latihan- latihan sensoris dibangun berdasarkan pengenalannya pada benda-benda yang identik dan gradasi benda-benda yang sejenis.

15  . Deret Angka Usia 4 ½ Tahun – 5 Tahun
Yang dibutuhkan:
* Deret angka mulai dari angka 1 samapi 100 (diambil dari pola angka 1-10)
Peragaan:
* Beriakn angka-angka tersebut kepada anak dalam rangkaian yang tepat, secara
berurutan, dan mintalah anak untuk menderetkannya di atas lantai.
* Mintalah kepada anak-anak untuk mengucapkan masing-masing angka dengan suara
keras
* Bila semua angka sudah dikeluarkan, tunjukkan kepada anak angka 0 sampai 9,
angka-angka dimana anak sudah mengenalnya dengan baik.
* Tunjukkan baris berikutnya dimana semua angka mempunyai angka 1 di depan
setiap angka; baris berikutnya akan mempunyai angka 2 di depan setiap angka, dan
begitu seterusnya.
* Bila anak sudah mengenalinya sengan baik, jelaskan kepadanya tentang angka-
angka ganjil dengan warna merah, dan angka-angka genap dengan warna biru.
Tujuan:
Memungkinkan anak membangun urutan rangkaian angka-angka dan memiliki
impresi visual angka-angka ganjil dan angka-angka genap.
16  . Pendekatan Pembinaan Watak Usia Dini
Proses pendidikan sebenarnya merupakan proses mempengaruhi orang lain. Pendidik
dan orang tua hendaknya menjadi figur yang berpengaruh pada anak-anak. Mestinya
mereka menjadi model panutan, teladan, figur orang dewasa yang diidolakan anak-
anak. Sayang, sekarang ini kita dilanda kemiskinan idola pendidik dan orang tua.
Pendidik dan orang tua menjadi teladan kedewasaan, kematangan emosional,
efektifitas dan integritas pribadi.Sangatlah penting anak-anak mendapatkan
pendidikan watak yang tepat guna untuk hidupnya.[6]


Orang tua dan pendidik hendaknya tidak bosan untuk memberikan nasihat; teladan;ruang pilihan, kesempatan untuk mengambil keputusan; keleluasaan anak-anak untuk meneladan; mengikuti dan menilai baik buruk sesuatu, benar salah suatu sikap dan perbuatan. Namun pembinaan pengetahuan tidak sekedar memberikan pengetahuan tetapi merupakan pelatihan pembiasaan terus menerus tentang sikap yang benar dan baik, sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan. Pembinaan dan pembiasaan watak perlu dilakukan sejak usia dini sebab anak adalah "peniru ulung" dan “pembelajar ulet’’ sekaligus. [7]

BAB III
KESIMPULAN

Pemikiran Maria Montessori telah memberikan kontribusi yang besar terhadap revolusi pendidikan dewasa ini. Ia menganggap bahwa anaklah yang membangun orang dewasa bukan orang dewasa yang membangun anak. Anak makhluk yang konstruktif yang memerlukan bantuan orang dewasa agar perkembangannya optimal. Pendidikan yang selama itu terjadi dalam pandangan Montessori, telah membelenggu perkembangan anak. Guru dan orang dewasa yang egosnetris, otoriter, dan berperan sebagai ahli adalah merupakan kekeliruan besar.
Hal tersebut di atas menyebabkan ia menekankan perlunya pola pendidikan baru, yaitu sistem pendidikan sejak usia dini yang sesuai dengan perkembangan anak dimana peran orang dewasa sangat penting dalam membantu perkembangan mereka secara optimal. Berikut adalah pokok-pokok pikiran (asumsi) Maria Montessori yang menegaskan perlunya pendidikan pola baru tersebut. Antara lain, sebagai berikut;
1. Pendidikan Pola Baru adalah Pendidikan yang Memfokuskan pada Anak dan Peran Orang dewasa
Masalah utama dalam pendidikan adalah bukan pendidikannya itu sendiri, tapi masalah hubungan antara anak dengan orang dewasa. (Ucapan Marian Minetssori dalam E.M. Standing, “Maria Montessori: Her Life and Work”, hal. 250). “Anak adalah anak, bukan miniatur orang dewasa. Anak juga bukan layaknya bagaikan sesuatu benda kosong, dimana orang dewasa harus mengisinya dengan sesuatu.” (Course Manual, hal. 11).
Maria Montessori memandang bahwa pendidikan adalah kunci utama untuk regenerasi kehidupan manusia. Kegagalan sistem pendidikan yang tidak mampu membangun masyarakat pada masa itu disebabkan karena terdapat adanya kekeliruan sistem pendidikan yang tidak memfokuskan pada masalah pendidikan sejak anak usia dini. (Course manual, hal 11). Jika pendidikan ingin berhasil, maka harus didasarkan pada anak (Montessori, “education for New world”, Hal. 4).
Namun, Montessori juga menegaskan bahwa pendidikan saja tidak cukup jika orang tua dan guru (sebagai orang dewasa) memiliki asumsi yang salah terhadap anak. Orang dewasa harus meninggalkan anggapannya bahwa anak bagaikan benda kosong yang menunggu untuk diisi dengan pengetahuan dan pengalaman orang dewasa. Mengapa? Karena penting untuk dipahami bahwa anak memiliki potensinya masing-masing.
Disamping itu, Montessori menegaskan pula pentingnya orang dewasa (guru dan orang tua) untuk menghilangkan egosentris dan keotoriterannya terhadap anak. Orang dewasa harus berperan sebagai orang kedua yang memperlakukan anak dengan lemah lembut untuk membantu tahapan perkembangannya dengan baik.
2. Pendidikan Pola Baru adalah Pendidikan yang Membebaskan Anak dari Ketergantungan terhadap Orang Dewasa
Setiap orang dewasa berasal dari seorang anak dulunya, Jadi, anaklah yang membntuk dirinya menjadi dewasa. Anak menyerap pengalaman apapun yang ia alami di dunia dan pengalaman tersebut berpengaruh terhadap perkembanganya ketika dewasa kelak. Berdasrkan asumsi ini, Monetssori menegaskan pentingya untuk membebaskan anak dari peran ketergantungannya terhadap orang dewasa, jika anak tersebut kita inginkan agar menjadi orang yang benar-benar mandiri kelak.
3. Pendidikan Pola Baru adalah Pendidikan Anak yang Memberikan Peluang untuk Mengoptimalkan Kekuatan Unik pada Dirinya untuk Mengembangkan Diri
Montessori menyatakan pentingnya orang dewasa menyadari bahwa kapasitas belajar anak sangat berbeda dengan orang dewasa, ia memiliki kekuatan unik untuk mengembangkan dirinya. Beberapa hasil observasi Montessori menunjukkan sebagai berikut:
Anak menggunakan lingkungannya untuk menyempurnakan dirinya, sementara orang dewasa memanfaatkan dirinya untuk menyempurnakan lingkungannya. Orang dewasa adalah maklhuk yang tidak lagi berkembang, tetapi anak adalah makhluk sedang dalam keadaan senantiasa berkembang secara konstan. Ia berinteraksi dengan lingkungannya dan menyerap semua kesan yang dialaminya dan berpengaruh terhadap perkembangan dirinya.
Ritme aktifitas anak dalam melakukan sesuatu berbeda dengan orang dewasa. Sebagai contoh, anak umur 3,5 tahun yang harus membawa 10 benda ke suatu tempat maka ia akan melakukan pengambilan dan menempatkannya sebanyak sepuluh kali. Sedangkan, orang dewasa, karena kematangan kemampuan strateginya, mungkin cukup sekali. Kesimpulannya, anak memiliki pola perkembangan yang bertahap untuk dapat menguasai atau mahir dalam melakukan sesuatu.
4. Pendidikan Pola Baru adalah Pendidikan Anak yang Memberikan Peluang kepada Mereka untuk Berinteraksi dengan Lingkungannya secara Bebasa dengan Penuh Kesabaran, Simpati, Kehangatan dan Kasih Sayang
Anak memiliki potensi, Montessori menyebutnya sebagai ”ruhnya anak/spiritual embryo”, yang tidak disadari oleh dirinya. Implikasinya, agar anak (sebagai calon orang dewasa masa depan) akan membangun dunia yang lebih baik jika diberikan kesabaran, simpati, kehangatan dan kasih sayang untuk berkembang. Untuk itu diperlukan dua kondisi. Pertama, anak perlu berinteraksi dengan lingkungan untuk dapat memahami alamnya. Kedua, ia perlu kebebasan untuk menemukan dirinya. Jika dua kondisi ini hilang, maka perkembangannya tidak optimal.
5.    Pendidikan Pola Baru adalah Pendidikan anak yang Mampu Memberikan Kondisi dan Perlakuan (Bantuan) yang Tepat
Montessori menyatakan bahwa berbeda dengan orang dewasa, anak memiliki intelijensi kreatif yang ada dalam tahap mental bawah sadar mereka. Saat itu adalah saat sensitif (sensitive periode) bagi anak. Interaksi dengan lingkungannya akan membantu perkembangan mereka. Oleh karena itu, orang dewasa (guru/orang tua) perlu diberikan kondisi lingkungan plus perlakuan yang tepat atau sesuai agar semua aspek perkembangan mereka berkembang secara optimal.


DAFTAR PUSTAKA

Cahyanto, J. N.,Guru MI Belajar Manajemen Kelas di SDIT
Dinamika Umat,2009
Soemanto,Wasty,Dasar dan Teori Pendidikan Dunia Tantangan Bagi Para Pemimpin Pendidikan. Surabaya:Usaha Nasional,1982
Mudyahardjo,Redja,pengantar pendidikan sebuah studi awal tentang dasar – dasar pendidikan pada umumnya dan pendidikan indonesia,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2009
http://teachingbydesign.blogspot.com/2008/05/guru-mi-belajar-manajemen-kelas-di-sdit.html
Santrock, J. W. (2003). Psychology. New york: Mc Graw-Hill.
Santrock, J. W. (2008). Educational psychology (3rd ed.). New york: Mc Graw-Hill.



Cara pembelajaran lainnya adalah Teori Scaffolding, dimana guru memberikan
materi, lalu peserta didik menangkapnya dan berjalan terus hingga akhirnya peserta
didik sudah mendapat banyak materi dan guru sedikit memberikan materi. Pada saat
ini peserta didik dituntut untuk berkonsentrasi agar dapat menangkap apa yang telah
diberikan oleh guru. Kita seharusnya membantu anak untuk menjadikan fantasi
sebagai suatu hal yang nyata. Setiap orang berimijanasi, namun kita harus mengetahui
cara mengembangkan imajinasi tersebut.
BAB III
TAHAPAN TEORI
3.1 Penggunaan Metode Maria Montessori 3.1.1 Perkembangan kepribadian
Maria Montessori mengidentifikasikan beberapa tahap perkembangan yang berbeda
dan dia percaya setiap orang secara adekuat sebagai orang dewasa mempunyai
kepuasaan dalam setiap tahap. Berikut ini adalah beberapa tahap yang dikemukakan
oleh Maria Montessori:
1. Selama tahap pertama (masa bayi), anak-anak membutuhkan perasaan nyaman dan
hubungan kepuasaan dengan Anda, Ibunya atau ibu pengganti
2. Di tahap selanjutnya, dia mulai berkembang secara individual. Dia tetap
membutuhkan ibunya terutama ketika ia mencoba melakukan sesuatu, sebab dia
sering melakukan kesalahan, yang dapat menyebabkan dia kehilangan kepercayaan
diri dan mulai ragu akan kemampuan dirinya.
3. Di tahap paling akhir yaitu tahap 3 - 6 tahun, koresponden menerapkan pikiran
yang membuat kepribadian anak-anak menjadi normal.
Tabel Kondisi yang Mempengaruhi Kepribadian Anak
Tingkah laku-tingkah laku yang bermasalah, yang termasuk dalam kategori kuat
diantaranya:
1. Koordinasi yang buruk
2. Gangguan mental
3. Imajinasi yang melampaui batas
4. Keributan yang mengganggu orang lain
5. Posesif dan egois
6. Ketidaksenangan
7. Tidak mampu berkonsentrasi
8. Agresif
9. Miskinnya disiplin diri
10. Tidak menyenangkan untuk orang lain
Anak-anak yang normal mempunyai ciri-ciri yang harmonis dan bersatu, diantaranya:
1. Mencintai orang lain
2. Cinta pekerjaan
3. Sadar akan realita
4. Cinta akan kesendirian dan bekerja sendiri
5. Tidak posesif
6. Kesenangan
7. Konsentrasi
8. Kesendirian dan inisiatif
9. Disiplin diri
10. Mempunyai kegembiraan
Tingkah laku-tingkah laku yang bermasalah, yang termasuk dalam kategori lemah
diantaranya:
1. Tidak rapi
2. Bosan
3. Menampilkan ketakutan
4. Selalu mengharapkan bantuan dari orang lain
5. Sering mencuri
6. Ketidaksenangan akan ketakutan
7. Tidak mampu berkonsentrasi
8. Pasif
9. Miskinnya disiplin diri
10. Menangis, mimpi buruk, dan takut akan kegelapan.
KASUS
3.1.2 Dukungan sosial dan emosional
Pada anak yang umurnya hampir enam tahun seharusnya mereka mempunyai
kemampuan interaksi sosial yang baik, dan mempunyai kemampuan untuk
mempercayai aturan-aturan yang ada dalam kelompok bermainnya. Dia seharusnya
mempunyai kemampuan untuk berkerja sama dengan teman-teman sebayanya, dan
mempunyai kemampuan untuk peduli terhadap sesamanya.
Pendekatan disiplin yang kita terapkan pada anak-anak merupakan area yang krusial
pada tahap perkembangan emosi. Montessori mengemukakan jalan keluar yang
terbaik tentang pentingnya kekhawatiran disiplin diri pada anak-anak. Dia
mengidentifikasi tiga tahap yang mengajarkan tentang disiplin diri.
Berikut ini adalah tiga tahap yang dikemukakan:
1. Tahap pertama: dari lahir sampai umur delapan belas bulan.
Pada tahap ini anak-anak belum mengerti tentang konsep sehingga belum ada
kesenangan. Anak-anak diajarkan tentang konsistensi dan sensitifitas, yang
merupakan langkah awal dalam hubungan kerja sama. Hal yang penting dilakukan
adalah anda bertemu dengan anak-anak dalam keadaan tenang dan penuh cinta.
2. Tahap kedua: dari umur delapan belas bulan sampai umur empat tahun
Ini merupakan tahap perubahan. Kesenangan hanya dapat terjadi jika anak mengerti.
Kunci dari periode ini adalah menciptakan lingkungan yang aman sehingga dia dapat
mengeksplorasi kebebasannya tanpa anda sebagai orang tua mengatakan kata tidak.
3. Tahap ketiga: dari umur empat tahun sampai umur enam tahun.
Banyak orang tua memberi peringatan dan petunjuk pada anak-anak mereka yang
lebih konservatif dan tidak menyukai perbedaan. Dari tahap ini yang penting adalah
memberikan waktu kepada mereka untuk melakukan keseluruhan aktivitasnya, yaitu
dengan mencoba mengatur sesuatu sehingga anda tidak selalu mengkhawatirkan
mereka atau memberhentikan sesuatu ketika mereka baru saja mulai mengerjakan
sesuatu.
Strategi yang tepat dalam mendidik anak, yaitu:
1) Sadari bahwa nilai-nilai merupakan dasar segala tingkah laku etis
2) Temukan nilai-nilai yang kita hargai dan ciptakan pengalaman bersama anak
bahwa nilai itu baik dan bermakna
3) Berikan ganjaran dan dukungan jika anak bersikap berdasar nilai yang kita
ajarkan
4) Berikan waktu, tuntunan dan perhatian yang dapat dilihat dan dirasakan
5) Ciptakan kesempatan sehingga anak belajar memilih dan mengambil keputusan!
6) Hayati nilai-nilai setiap harinya
Pepatah mengatakan, "Anak-anak tidak pernah menjadi pendengar yang baik bagi
orang tuanya, tetapi mereka dapat menjadi "peniru ulung" bagi orang tuanya" Mereka
belajar melalui melihat apa yang ada dan terjadi di sekitarnya bukan lewat nasihat
semata-mata. Nilai yang kita ajarkan melalui kata-kata, hanya sedikit yang mereka
lakukan, sedangkan nilai yang kita ajarkan melalui perbuatan, akan banyak mereka
lakukan. Sikap dan perilaku kita merupakan pendidikan watak yang terjadi setiap hari,
dari pagi sampai malam. Menjadi model pelaksana moral bagi anak-anak bukan suatu
pilihan bebas, tetapi suatu keharusan yang tak terelakkan. Ini kenyataan hidup. Kita
menjadi teladan mereka setiap hari. Kita juga belajar moral dari keteladanan orang tua
dan orang dewasa di sekitar kita. Oleh karena itu, orang tua harus bersikap benar agar
anak-anak dapat mempunyai tingkah laku yang baik.
Beberapa kriteria yang harus dimiliki orang tua sebagai model bagi anak-anak
mereka:
1) Sadar bahwa kita menjadi teladan utama anak-anak!
2) Tunjukkan prioritas nilai melalui kegiatan dan pengalaman harian!
3) Tunjukkan kita adalah pribadi yagn ramah, positif, dan terintegrasi!
4) Hadapi anak dengan penuh penghargaan, cintai mereka dan mengertilah mereka!
5) Yakinlah akan nilai-nilai yang kita miliki!
6) Pada pilihan etis, bertanyalah kepada mereka bagaimana sebaiknya harus
mengambil pilihan atau keputusan.
3.1.3 Pengaturan dalam perkembangan menentukan kapasitas intelektual anak
Montessori mengemukakan beberapa point penting yang membantu anak-anak secara
potensial dalam perkembangan intelektual mereka. Berikut ini adalah beberapa cara
yang dikemukakan oleh Montessori:
1. Mengizinkan anak anda untuk aktif, membiarkan mereka untuk belajar
mengeksplorasi sensori yang ada di sekitar mereka.
2. Mengakui periode sensitive mereka dan mengizinkan mereka untuk mengulangi
aktivitas mereka ketika mereka dalam keadaan terbaik.
3. Memperkenalkan motivasi yang penting dan bagaimana pengaruhnya dalam
pembelajaran.
BAB IV
PENERAPAN METODE MARIA MONTESSORI
Secara normal setiap anak memiliki karakteristik untuk suka mencari tahu, suka
bekerja, konsentrasi spontan, mulai memahami realita, suka ketenangan dan bekerja
sendiri, memiliki rasa posesif, ingin melakukan semuanya sendiri, patuh, mandiri dan
memiliki inisiatif, disiplin diri, spontan, dan ceria. Kesemua sifat ini dimiliki anak
secara normal dan metode pengajaran yang diterapkan tidak melawan kenormalan ini.
Orang tua harus menggunakan karakteristik itu untuk memasukkan berbagai
pemahaman dan nilai.
Metode pembelajaran yang sesuai dengan tahun-tahun kelahiran sampai enam tahun
biasanya menentukan kepribadian anak setelah dewasa. Tentu saja juga dipengaruhi
seberapa baik dan sehat orang tua berperilaku dan bersikap terhadap anak-anak sejak
usia dini. Perkembangan mental usia awal berlangsung cepat, inilah periode yang
tidak boleh disepelekan. Anak-anak memiliki periode-periode sensitif atau kepekaan
untuk mempelajari atau berlatih sesuatu. Sebagian besar anak berkembang pada masa
yang berbeda dan membutuhkan lingkungan yang dapat membuka jalan pikiran
mereka.
Tahap perkembangan anak:
a) Lahir – 3 tahun : memiliki kepekaan sensoris dan pikiran, sudah dapat menyerap
pengalaman-pengalaman melalui sensorinya.
b) 1 ½ tahun – 3 tahun : kepekaan bahasa dan sangat tepat mengembangkan
bahasanya (berbicara, bercakap-cakap, menirukan)
c) 2 – 4 tahun : koordinasi gerakan otot (latihan berjalan), berminat pada benda-benda
kecil, sadar adanya urutan waktu (pagi, siang, malam).
d) 3 – 6 tahun : kepekaan peneguhan sensoris, kepekaan inderawi. Usia 3 – 4 tahun
anak memiliki kepekaan untuk menulis. Usia 4 – 6 tahun anak memiliki kepekaan
yang bagus untuk membaca.
4.1 Penerapan Metode dalam Situasi Praktis
Montessori mengatakan bahwa ketika mendidik anak-anak, kita hendaknya ingat
bahwa mereka adalah individu-individu yang unik dan akan berkembang sesuai
dengan kemampuan mereka sendiri. Tugas kita sebagai orang dewasa dan pendidik
adalah memberikan dorongan belajar dan memfasilitasinya ketika mereka telah siap
untuk mempelajari sesuatu. Tahun - tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang
baik untuk suatu pembentukan, yang merupakan masa paling penting baik untuk
perkembangan fisik, mental maupun spiritual. Di dalam keluarga dan pendidikan yang
demokratis, orang tua dan pendidik berusaha memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan yang dibutuhkan oleh anak.
Selain Maria Montessori, ada beberapa tokoh yang mengajarkan tentang pentingnya
pengasuhan dan pembelajaran ketika masih kanak-kanak, salah satunya adalah Ki
Hajar Dewantara dan Langeveld. Ki Hajar Dewantara meyakini bahwa suasana
pendidikan yang tepat dan baik adalah dalam suasana kekeluargaan dan dengan
prinsip asih (kasih), asah (memahirkan) – asuh (bimbingan). Anak
bertumbuhkembang dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih sayang,
pengasuhan yang penuh pengertian dan dalam situasi yang nyaman dan damai. Ia
menganjurkan agar dalam pendidikan, anak memperoleh pendidikan untuk
mencerdaskan otak kiri dan meningkatkan keterampilan tangan (educate the head, the
heart and the hand). Kegiatan pembelajaran dan pendidikan didesain sedemikian
sehingga berlangsung alamiah seperti bermain di "TAMAN". Sejak kecil anak anak
hendaknya dilatih keterampilan tangannya. Anak jangan dicabut dari suasana keluarga
dan dunia bermain mereka.
Pembelajaran dan pelatihan kebiasaan semua dibungkus dalam permainan, dalam
suasana riang, dan seperti di dalam keluarga. Hal yang patut diberi perhatian pada
masa ini adalah pembiasaan dan pelatihan menggunakan panca indera (sensing) serta
persiapan untuk dapat membaca, menulis dan berhitung dengan latihan berbicara,
menggambar, melukis, bernyanyi, menari dan mengenal dunia lingkungan sempit
mereka. Mereka juga memiliki imajinasi yang kreatif. Oleh sebab itu,mereka
cenderung menyukai cerita-cerita imajinatif dan merangsang imajinasi mereka. Hal
ini ditujukan untuk mengembangkan daya imajinasi, kreativitas, kemampuan
berbicara, mendengarkan dan mengarang.
Selain itu Langeveld berpendapat bahwa sejak usia tiga setengah tahun seorang anak
sudah mampu menerima pendidikan. Langeveld menengahi bahwa pada tahap Taman
Kanak-kanak (3 – 6 tahun), kemampuan-kemampuan yang hendaknya dicapai siswa
adalah:
1. Berbahasa lisan, berbicara dan bercerita
2. Mengenal pola kehidupan sosial (aku, keluarga, dan sekolah) yang mencakup
dirinya dan lingkungan yang dekat dengan dirinya (egosentrisme)
3. Mengerti dan menguasai keterampilan untuk kepentingan kebutuhan sehari-hari,
seperti misalnya mandi, menggosok gigi, berganti pakaian, makan, dan ke toilet.
4. Keinginan untuk berkhayal, dan belum dapat membedakan secara tegas antara
kenyataan dan imajinasi belaka.
Cara yang paling tepat dalam mendidik anak supaya anak dapat hidup mandiri yaitu
membiarkan anak mengamati pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan perawatan
rumahnya, dan biarkan mereka mengetahui bahwa segalanya harus dilakukan secara
teratur dan bersih. Hal ini dikarenakan anak suka meniru kegiatan yang dilakukan
oleh orang dewasa, dan kita harus membiarkan dia mengetahui bahwa semua itu dia
lakukan karena merupakan tanggung jawabnya, bukan karena mengharapkan hadiah
dari Anda. Beberapa situasi praktis yang dapat dilakukan anak yang berumur 2-4
tahun di rumah misalnya membuka dan menutup laci, papan kerja atau bingkai
pakaian, menuang beras, membersihkan debu, membawa kursi, melipat serbet, menata
meja, mencuci peralatan makan, mencuci tangan, mencuci meja, menyapu lantai,
menggosok peralatan dari perak, menyemir sepatu, mengikat tali sepatu, dll
Membuka dan Menutup Laci
Usia 2 ½ tahun – 4 tahun
Yang dibutuhkan:
* Lemari berlaci milik anak sendiri
Peragaan:
* Pertama-tama letakkan dua jari dan ibu jari pada masing-masing tombol atau
pegangan.
* Bukalah dan tutup satu laci dengan hati-hati dan tanpa suara.
* Lanjutkan dengan cara seperti ini pada laci-laci yang ada, kemudian mintalah
kepada anak untuk melakukannya sendiri.
Tujuan:
* Mengajar anak agar menghargai ketenangan dan kerapihan.
* Memberikan anak perasaan bangga ketika dia mampu membuka dan menutup laci
dengan tenang tanpa suara.
Kontrol kesalahan:
* Laci yang digunakan seharusnya tidak mengeluarkan suara.
4.2 Penerapan Metode dalam Situasi Sensoris
Pada umur dua sampai empat tahun, anak ingin bermain, melakukan latihan
berkelompok, melakukan penjelajahan, bertanya, menirukan, dan mencipta sesuatu.
Pada masa ini anak mengalami kemajuan pesat dalam keterampilan menolong dirinya
sendiri dan dalam keterampilan bermain. Seluruh sistem geraknya sudah lentur, sering
mengulang-ulang perbuatan apapun yang sedang ia minati dan biasanya perhatiannya
mudah teralihkan. Di Taman Kanak-kanak, anak juga mengalami kemajuan pesat
dalam penguasaan bahasa, terutama dalam kosa kata. Hal yang menarik, anak-anak
juga ingin mandiri dan tak banyak lagi mau tergantung pada orang lain.
Pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi anak-anak adalah yang selalu
"dibungkus" dengan permainan yang riang dan "enteng", bernyanyi dan menari.
Pendekatan ini hendaknya jangan dilakukan dengan paksaan. Pembelajaranpun harus
disesuaikan dengan kemampuan si anak, jangan terlalu berat tapi membuatnya cukup
mandiri untuk melakukan tugasnya sendiri. Situasi praktis dirancang untuk mengajari
anak pada pekerjaan yang ada dalam lingkungannya sendiri, dengan jalan mengajari
mereka tentang hal-hal yang ada di sekitarnya. Terlalu sering kita memarahi anak
ketika menutup laci dengan keras tidak membuat anak belajar sesuatu dari
lingkungannya. Tetapi ketika anak belajar menguasai lingkungan rumahnya, dia siap
untuk memulai proses-proses belajar yang lebih rumit.
Selain situasi praktis, anak berumur 2-4 tahun juga perlu diterapkan latihan sensoris.
Latihan-latihan sensoris berhubungan dengan pengembangan dan penajaman panca
indera, dengan demikian akan mempertajam atau mengasah kemampuan intelektual
dan pengendalian anak, serta mempersiapkan mereka untuk memasuki latihan-latihan
yang lebih sulit dan rumit. Sebelum memperkenalkan berbagai macam pelajaran,
pastikan untuk mencermati, pada usia anak berapakah latihan-latihan tersebut
ditunjukkan. Ini merupakan hal yang penting, karena anak berumur dua setengah
tahun tidak akan mampu untuk mengerjakan tugas untuk anak berusia lima tahun.
Dalam situasi sensoris dikenal adanya pembelajaran tiga tahap. Pembelajaran tiga
tahap adalah untuk membantu anak memahami materi-materi pelajaran secara lebih
baik dan memungkinkan anda untuk melihat seberapa jauh anak menangkap dan
menyerap apa yang telah anda tunjukkan kepadanya.
Melalui pengalaman-pengalaman sensoris, anak telah belajar menangani semua
materi-materi secara lembut dan telah menyempurnakan gerakan tangan dan jari-
jarinya dengan menggunakan materi-materi seperti silinder dan teka-teki tombol.
Latihan-latihan ini merupakan persiapan untuk memegang pensil. Sensitivitas
sentuhannya telah berkembang melalui latihan-latihan indera peraba (misalnya latihan
papan kasar dan lembut, keranjang tenun, dan sebagainya), dan mata telah dilatih
melalui latihan-latihan sensoris untuk mengembangkan kerja sama mata-tangan.
Anak harus menguasai betul cara memegang pensil, sebelum mereka mulai
membentuk huruf-huruf, dan kecakapan ini bisa anak peroleh melalui latihan bangn
geometric. Latihan ini juga memungkinkan anak untuk menyempurnakan kerja sama
dan pengendalian mata-tangannya, tanpa ini maka kecakapan menulis yang baik
mustahil dicapai. Bila anak telah berhasil melewati latihan bangun geometric dan
mampu mengendalikan pensil dengan baik, maka dia bisa memulai menulis huruf-
huruf yang sesungguhnya, dan kemudian menulis kata.
KERANJANG TENUN
Usia 2 ½ tahun – 5 tahun
Yang dibutuhkan:
* Keranjang atau kotak kecil yang berisi 2 potong kain berbentuk segi empat dengan
berbagai bahan yang berbeda (misalnya sutera, katun, kain handuk, beludru, kain
sejenis sutera).
Peragaan:
* Tunjukkan kepada anak tiga pasang kain yang mempunyai bahan sangat berbeda.
Kemudian campurlah kain-kain itu dan mintalah kepada anak untuk mencocokkan
kain-kain tersebut dengan cara merasakan dengan jari-jarinya.
* Bila sudah memahami petunjuk diatas, tambahkan lagi dengan kain yang lain.
* Mintalah mereka untuk mencocokkan kain-kain dengan mata tertutup.
Tujuan:
* Mengembangkan dan mempertajam indera peraba.
Kontrol kesalahan:
* Jika salah mengerjakan, pasangan terakhir tidak akan cocok.
Dalam mempresentasikan pelajaran-pelajaran pendidikan indera-indera, seharusnya
mengikuti urutan-urutan di bawah ini:
Tahap pertama: Pengenalan identitas (Recognition of identity)
Buatlah hubungan antara benda yang sedang ditunjukkan dan namanya. “Ini
adalah___” Ulangi sampai anda merasa bahwa anak memahami hubungan tersebut.
Tahap kedua: Pengenalan sesuatu yang berbeda-beda (Recognition of contrasts).
Untuk menyakinkan bahwa anak memahami, misalnya dengan mengatakan ”Berikan
saya____.”
Tahap ketiga: Membedakan antara benda-benda yang serupa (Discrimination between
similar objects).
Perhatikan apakah anak mengingat namanya sendiri. Tunjukkan bermacam-macam
benda, kemudian katakan “benda apakah ini?” Anak seharusnya bisa mengatakan
nama benda tersebut dengan benar. Jika tidak bisa, bantulah dia. Ulangi lagi proses ini
sampai dia bisa.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan latihan sensoris seperti membangun menara, membuat keranjang tenun, mainan silinder dan kotak penyimpanan, botol-botol termos, permainan kancing baju, dll.
4.3 Perkembangan Bahasa
Pada usia tiga sampai lima tahun, anak-anak dapat diajari menulis, membaca, dikte
dengan belajar mengetik, entah menggunakan mesik ketik manual atau komputer.
Sambil belajar mengetik anak-anak belajar mengeja, menulis dan membaca. Suatu
penelitian di Amerika mengemukakan bahwa ada anak-anak yang dapat belajar
membaca sebelum usia 6 tahun. Ada sekitar 2 % anak yang sudah belajar dan mampu
membaca pada usia tiga tahun, 6% pada usia empat tahun, dan sekitar 20% pada usia
lima tahun. Bahkan terbukti bahwa pengalaman belajar di Taman Kanak-Kanak
dengan kemampuan membaca yang memadai akan sangat menunjang kemampuan
belajar pada tahun-tahun berikutnya.
Gambar dan Bunyinya
Usia 3 ½ tahun – 5 tahun
Yang dibutuhkan:
* Kotak-kotak sandpaper (ampelas)
* Kotak indeks gambar-gambar
Peragaan:
* Pilihlah bunyi atau bunyi-bunyi yang ingin anda gunakan (jangan menggunakan
lebih dari dua bunyi sekaligus).
* Biarkan anak merasakan huruf dengan jari-jarinya, katakan bunyinya, kemudian
pilihlah gambar dari dalam kotak indeks yang sesuai dengan bunyi yang telah ada
sebelumnya.
* Setiap kali anda mengambil gambar baru, suruh anak mengenali gambar tersebut
sekali lagi, katakan bunyinya dan beritahukan nama benda yang ada dalam gambar

[1] http://aryadotkom.wordpress.com/2010/01/11/kenali-maria-montessori-1/
[3] Drs. Wasty soemanto,dasar dan teori pendidikan dunia tantangan bagi para pemimpin pendidikan. Surabaya:Usaha Nasional,hlm. 112.
[4] http://www.scribd.com/doc/28334922/Maria-Montessori

[5] Redja Mudyahardjo,pengantar pendidikan sebuah studi awal tentang dasar – dasar pendidikan pada umumnya dan pendidikan indonesia,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,hlm 144
[6] Dra. Zuhairini, dkk.1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara Hlm.153

[7]  Drs. H. M. Djumberansyah Indar, M.Ed. 1994. Filsafat Pendidikan. Surabaya: Karya Abditama Hlm.140

Tidak ada komentar:

Posting Komentar