D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK VII
AHMAD MUHAJIR LIMBONG 310927289 ( PAI – 8 )
EDI MARTUAH SARAGIH 310927225 ( PAI – 6 )
RIRIN NIFI ASTARI 310927243 ( PAI – 6 )
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
2010 - 2011
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB
II ISI
1. Kepemimpinan Rasulullah Saw di Mekah
2.
Kepemimpinan
Rasulullah di Madinah
3.
Kebijakan
Militer Terhadap Bizantium
4.
Model
Kepemimpinan Rasulullah
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pemimpin mempunyai kedudukan yang penting dalam sebuah
komunitas, kelompok, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemimpin. Suatu
komunitas masyarakat, suatu bangsa dan negara tidak aman, maju dan terarah jika
tidak adanya seorang pemimpin, maka pemimpin menjadi kunci keberhasilan suatu
bangsa maupun suatu negara.
Pemimpin yang mampu memberi rasa aman,tenteram, mampu
mewujudkan keinginan rakyatnya, maka dianggap pemimpin yang berhasil. Pemimpin
yang berhasil adalah pemimpin yang dicintai oleh rakyatnya, bangsanya,
pemikirannya dipakai meskipun telah pemimpin itu tidak lagi bersama mereka.
Segala perintahnya dilakukan, rakyat membelanya tanpa diminta terlebih dahulu.
pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang disukai rakyatnya dan disegani
lawannya.
Figur kepemimpinan yang mendekati penjelasan tersebut adalah
Rasulullah dan khulafaur rashidin. Rasulullah sebagai pemimpin merupakan
anugrah tersendiri, atau semacam keistimewaan yang diberikan Allah kepada
Rasulullah saw. Karena pada dasarnya Rasulullah adalah utusan terakhir untuk
seluruh umat manusia yang secara juga pemimpin umat manusia.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang bagaimana
kepemimpinan Rasulullah saw di Mekah dan Madinah, serta kebijakan militer dalam
menghadapi pasukan Bizantium, kemudian akan dilanjutkan dengan membahas tentang
pengganti Rasulullah saw yaitu Abu Bakar ra pengertian khalifah, kebijakan
peerintahan dan militer. Untuk mempermudah pemahaman maka akan dibahas sebagai
berikut.
BAB II
ISI
Kepemimpinan
Rasulullah Saw di Mekah dan Medinah Serta Kebijakan Militer Menghadapi
Bizantium.
1. Kepemimpinan Rasulullah Saw di Mekah
Teori tentang Muhammad saw jumlahnya sebanyak jumlah penulis
riwayat hidup beliau. Misalnya, ada yang menggambarkan beliau sebagai orang
yang sakit sawan, ada sebagai seorang penghasut sosialis. Pandangan yang
demikian subyektif, umumnya ditolak oleh sebagian besar para sarjana, walaupun
hampir tidak mungkin menghindarkan unsur subyektif dalam memberikan gambaran
tentang riwayat hidup dan karya beliau. Tetapi kalau merujuk kepada wahyu Allah
maka dalam diri Nabi Muhammad saw terdapat pelajaran dan teladan yang baik.”
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan Dia banyak menyebut Allah.”(QS. Al-Ahzab:21). Dari ayat tersebut tergambar
jelas bahwa dalam diri Muhammad saw ada teladan yang baik.
Dengan demikian, kalau ada ahli sejarah menyatakan bahwa
Muhammad saw penghasut dan mempunyai akhlak buruk adalah bertentangan dengan
ayat tersebut , Muhammad saw menderita, tertindas,terancam, tetapi pada sisi
lain, beliau telah mendobrak jalan baru dalam cita-cita, kebiasaan zaman, dan
tempat kediaman beliau. Fakta satu-satunya yang pasti bahwa ilham beliau adalah
keagamaan. Sejak beliau bekerja sebagai penyebar agama, pandangan dan
pertimbangannya mengenai orang, peristiwa dan pemerintah berdasarkan wahyu
Allah. Muhammad saw adalah Nabi revolusioner yang menerima wahyu dari Allah,
wahyu tersebut sebagai landasan inspirasi perjuangan untuk melawan ordo
ketimpangan, penindasan yang dibangun masyarakat Arab pada waktu itu. Sebagai
Nabi revolusioner, Muhammad saw berjuang di atas kebenaran, kebesaran jiwa demi
egalitas sosial. Dengan Muhammad saw di utus untuk
membebaskan manusia dari berbagai penindasan, intimidasi, pelecehan kemanusiaan
dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh para penindas.[1]
Muhammad saw menjadi pemimpin manusia yang bertujuan membangun masyarakat yang
didasarkan pada nilai- nilai keimanan, egalitas sosial, persaudaraan. Muhammad
saw diutus untuk membebaskan para budak, anak yatim, perempuan, kaum miskin dan
lemah.
Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa Muhammad saw
diutus untuk memberi kabar gembira, dengan membebaskan para budak, anak yatim
dan kaum lemah. Perjuangan Muhammad saw dilandaskan pada wahyu Allah. Muhammad
saw juga menjadi Nabi Modern yang merasakan pertentangan berkepanjangan antara
kebajikan dan kebatilan yang ada dalam formasi sosial ekonomi, perjuangan
kelas, perlawanan antara kaum tertindas dan penindas, tertekan dan penekan,
budak dan majikan, pekerja tanah dan tuan tanah, antara yang kuat dan yang
lemah.
Muhammad saw dilahirkan (tahun 570 M. menurut ahli sunah).
Para ahli sejarah yang lain menyatakan bahwa Rasulullah saw lahir pada tanggal
9 Rabiul Awwal, permulaan tahun Gajah, atau bertepatan dengan tanggal 20 atau22
April tahun 571 M. dalam suatu cabang muda dari salah
satu keluarga terkemuka di Mekkah, menjadi anak piatu waktu masih muda,
kemudian diasuh oleh seorang paman beliau yang melakukan perdagangan dengan
kafilah. Kemudian menjadi wakil niaga seorang janda bernama Chadijah ra. yang
kemudian diperistrikan, dan menghasilkan putra putri (di antaranya empat putri
masih hidup waktu beliau wafat). Fakta-fakta tersebut biasa dan tidak menunjukkan
kebesaran beliau di kemudian hari. Tetapi yang membuat nama beliau dikenang dan
dikenal adalah karena akhlaknya yang baik dalam memimpin, baik sebagai Nabi
maupun sebagai pemimpin negara. Tetapai karena Muhammad saw membawa ajaran yang
bertentanagn dengan keyakinan masyarakat pada waktu itu maka Muhammad saw
mendapatkan perlawanan dari pemuka masyarakat Mekah yang tidak setuju dan tidak
suka terhadap ajaran yang dibawa Muhammad saw.
Bentrokan antara keyakinan tadi dan ketidakpercayaan serta
perlawanan dari kelompok-kelompok terus berlangsung. Hal itu dirasakan oleh
Nabi saw dan para pengikutnya. Muhammad saw menyadari kedudukannya sebagai
seorang utusan Allah. Perlawanan dan pertengkaran dengan penduduk Mekkah itulah
yang memaksakan beliau maju dari masa ke masa, sebagaimana sesudahnya adalah
perlawanan di Madinah yang menyebabkan Islam muncul sebagai suatu umat agama
baru dengan iman, dan lembaga-lembaga yang tegas dan nyata. Keteguhan dalam
menghadapi berbagai rintangan dan tantangan menjadikan Muhammad saw menjadi
pribadi yang kuat dan tangguh serta konsisten dalam dakwahnya. Meskipun
masyarakat Mekah mengadakan perlawanan, tetapi hal tersebut tidak menyurutkan
Muhammad saw untuk terus berjuang menegakkan Islam.
Sementara perlawanan penduduk Mekkah bukannya semata-mata
karena mereka berpegang teguh pada adat-istiadatnya ataupun ketidakpercayaan
agama (meskipun mereka mencemoohkan ajaran Muhammad saw. tentang kebangkitan),
akan tetapi karena alasan politik dan perekonomian. Mereka takut akibat ajaran
beliau atas kemakmuran mereka. Merekat takut kepercayaan murni terhadap Allah
yang tunggal akan merugikan penghasilan yang mereka peroleh dari sanggar
pemujaan mereka. Ditambah pula, mereka menginsafi secara cepat dari Muhammad
saw. sendiri, bahwa penerimaan ajaran beliau akan mendatangkan suatu kekuasaan
politik yang baru dan kuat dalam masyarakat mereka, yang merupakan kelompok
seketurunan (oligarki). Mereka adalah para pedagang yang kaya,penguasa budak,
tuan tanah yang angkuh dan sombong atas kekayaan mereka miliki, mereka
menganggap bahwa wahyu itu seperti kekuatan ekonomi dan politik yang hanay
dimiliki oleh orang yang kaya, pemuka agama dan tuan tanah, buklan mi;lik orang
miskin, budak, anak yatim. Sehingga ketika ada orang msikin yang memberi
semacam pencerahan dianggap tidak penting dan tidak perlu didengarkan, dan
dianggap sebagai orang gila.
Bahkan, kaum bangsawan penindas merasa heran melihat seorang
lemah dan miskin, seperti anak yatim, budak, pekerja kasar rendahan, tampil
menjadi seorang Nabi revolusioner. Mereka mengharapkan pemimpin revolusioner
itu datang dari kalangan mereka sendiri yang dapat berbuat sesuatu yang indah
dan mewah. Mereka menolak dan menganggap apa yang
disampaikan Muhammad saw adalah bohong. Bahkan Muhammad saw dianggap tidak
waras, tukang sihir, tukang syair, bahkan Muhammad saw dianggap sebagai
perusuh, karena mengarahkan kaum budak, tertindas, kamu msikin dan anak yatim
untuk melawan kepada kaum bangsawan Mekah.” Maka tetaplah memberi peringatan,
dan kamu disebabkan nikmat Tuhanmu bukanlah seorang tukang tenun dan bukan pula
seorang gila. Bahkan mereka mengatakan: “Dia adalah seorang penyair yang Kami
tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya”.(QS. At-Thur:29-30).
Meskipun demikian Muhammad saw tidak putus asa dan terus
berjuang bersama para tertindas, orang misikin adan anak yatim. Dari realitas
tersebut tergambar bahwa nabi Muhammad saw berjuang bukan untuk mendapatkan
kesenangan, tetapi untuk membebaskan manusia dari belenggu ketamakan dunia,
kejahatan, penindasan, dan kesewenang-wenangan kaum bangsawan Mekah. Dari
penjelasan tersebut dapat dicermati bahwa sebagai pemimpin Muhammad saw tidak
membela kepentingan berdasarkan kemampuan ekonomi, tetapi untuk semua manusia
yang tertindas, terintimidasi dan untuk orang miskin.
Muhammad muda lahir dari keluarga yang baik-baik dan
terhormat di kalangan bangsawan Mekah pada waktu itu. Tetapi nasib membawa
beliau harus hidup menderita karena di tinggal oleh ayah dan ibunya. Keadaan
memaksa Muhammad Muda harus hidup bersama pamanya. Tetapi berbagai pengalaman
pahit tidak membuat Muhammad menjadi manusia lemah sikap dan kepribadiannya.
Penderitaan yang dialami Muhammad menjadi penempa diri dan pengalaman penting
dalam sejarah kehidupannya. Di antara pengaruh yang ditimbulkan dari pengalaman
masa lalunya adalah sikap tanggung jawab, jujur, adil dan bijaksana, teguh
pendirian dan tidak mudah terpengaruh oleh perbuatan masyarakat di sekitarnya
pada waktu itu.
Kepercayaan, masyarakat Mekah kepada Muhammad saw dapat
dicermati dari kesepakatan para pemuka Qurais untuk menunjuk Muhammad saw
sebagai penengah pertikaian antara mereka. Pertikaian tersebut dipicu oleh
ketidaksepakatan mereka terhadap siapa yang paling berhak untuk meletakkan
hajar aswad. “ maka Rasululah pun mengembangkan kain sorbannya dan meletakkan
hajar aswad di atasnya serta bersabda:”Hendaklah tip-tiap kabilah memegang
ujungnya lalu mengangkat Hajar Aswad bersama-sama samapi sejajar dengan
tempatnya semula. Kemudian Muhammad saw mengambil serta meletakkan Hajar Aswad
tersebut pada tempatnya semula. Dari peristiwa tersebut
dapat dipahami bahwa Muhammad mempunyai kecerdasana untuk memecahkan
permasalahan yang sulit.
Sebagai pemimpin Rasululah mempunyai akhlak yang mulia,
sehingga dengan akhlak mulai tersebut Muhammad saw dijuluki al Amin. Bahkan
Muhammad saw terkenal sebagai kesatria yang teguh memegang janji, santun, baik
kepada tentangga serta menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak baik, rendah
hati, dermawan, pemberani. Dari penjelasan tersebut
dapat dipahami bahwa Muhammad saw mempunyai kepribadian yang mampu mendukung
perannya sebagai seorang pemimpin.
Sebelum diangkat menjadi rasul Allah Muhammad mempunyai
keteguhan, keteguhan yang tidak di miliki oleh pemuda sebayanya. Keteguhan
tersebut dapat dicermati dari sejarah kehidupannya yang enggan bahkan tidak
terpengaruh oleh kebiasaan dan keyakinan bangsa Arab waktu itu. “para sejarawan
sepakat telah sepakat bahwa Rasulullah saw tidak tertarik dengan agama mana pun
yang dianut oleh masyarakat Arab. Beliau selalu menyepi seorang diri dan
memikirkan hal itu, sehingga beliau menempuh dan bersikap hanafiah, yakni
memeluk agama yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim sebagai agama yang dianut oleh
sebahagian masyarakat.
Keteguhan dalam prinsip dalam diri Muhammad sebelum menjadi
Rasul Allah merupakan modal awal sebagai seorang calon pemimpin besar. Pemimpin
besar adalah pemimpin yang mampu berfikir sebelum berbuat dan banyak merenungi
berbagai fenomena yang terjadi dan dialaminya. Pemimpin yang selalu teguh
memegang prinsiap tidak akan diombang-ambing oleh berbaghai macam pengaruh dan
isu yang akan menyesatkan dan menghancurkan diri dan yang dipimpinnya.
Muhammad saw dalam dakwahnya mengedepankan pendekatan yang
efektif, menggunakan argumentasi, akal sehat, tanpa ada unsur paksaan, tetapi
lebih mengedepankan unsur kasih saying dan penuh cinta. Sebagaimana yang
ditulis oleh Afzalur Rahman dalam bukunya, “Nabi Muhammad Sebagai Pemimpin
Militer, Nabi Muhammad saw mengajak orang dengan cara yang sangat memikat
dan efektif, dengan menggunakan argumen dan akal sehat untuk mengikuti
perkataan Allah. Dia juga menjelaskan pada mereka kebenaran sebenarnya tentang
manusia, alam semesta, dan Allah, ajakannya memikat, penuh kasih sayang, bijak
dan dengan cara yang baik. Ajakan Muhammad saw yang baik
dan memikat akhirnya mendapat simpati, memkat hati masyarakat hati masyarakat
Arab, meskipun tidak semua masyarakat Arab yang memeluk Islam pada waktu itu.
Begitu juga dalam menyebarkan dakwah Islam Muhammad saw
tidak pernah memaksa masyarakat Mekah untuk memeluk Islam, tidak ada dalam
catatan sejarah Muhammad saw memaksa masyarakat Mekah untuk masuk Islam, karena
dalam ajaran Islam tidak mengajarkan pemaksaan dalam beragama. Muhammad
mengajarkan agama berdasarkan wahyu dari Allah, dan wahyu tersebut menjadi
landasan dalam menyebarkan dakwah Islam kepada masyarakat Mekah. Karena wahyu
Allah hanya menyuruh Muhammad untuk menyampaikan bukan untuk memaksa mereka
untuk patuh dan mengikuti ajaran Islam.” Jika mereka berpaling Maka Kami tidak
mengutus kamu sebagai Pengawas bagi mereka. kewajibanmu tidak lain hanyalah
menyampaikan (risalah). Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada manusia
sesuatu rahmat dari Kami Dia bergembira ria karena rahmat itu. dan jika mereka
ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka
ingkar) karena Sesungguhnya manusia itu Amat ingkar (kepada nikmat).”(QS.
Asy-Syuara:48). Darai ayat tersebut jelas menyatakan bahwa Muhammad saw hanya
disuruh untuk menyampaikan tanapa ada unsur perintah untuk memaksa masyarakat
Mekah.
Dari sudut pandang manajemen kepemimpinan pemaksaan terhadap
bawahan hanya akan membuka peluang permusuhan. Al-Quran menjelaskan bahwa tugas
seorang Nabi akan berakhir ketika wahyu telah disampaikan. Kemudian kesemuanya
diserahkan kepada masyarakat atau umat untuk menerima atau menolaknya. Hal ini
juga dikemukakan oleh Afzalur Rahman bahwa tugas Nabi akan berakhir ketiak
firman Allah telah disampaikan kepada umat.
Muhammad saw bertindak sesuai dengan petunjuk dan prinsip
wahyu Allah, dakwah islam yang dilakukan di Mekah adalah atas petunjuk Allah.
Dengan demikian tidak celah untuk keluar dari prinsip-prinsip Al-Quran .
Sehingga dakwah Muhammad saw diterima dengan baik, tanpa paksaan dan merasa
terpaksa. Bahkan dalam dakwahnya Allah memberi peringatan kepada Muhammad saw
untuk ikhlas karena Allah, dan bukan untuk mendapatkan balas dunia.” Hai orang
yang berkemul (berselimut), Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu
agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah, Dan perbuatan dosa tinggalkanlah, Dan
janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah”.(QS. Al-Mudatsir:1-7).
Dalam awal startegi dakwahnya ,Muhammad saw mendakwahi
orang-orang yang ada di sekitarnya, seperti sitrinya, Khadijah, anak pamannya
Ali bin Abi Thalib, dan orang-orang terdekatnya, kemudian dilanjutkan kepada
masyarakat secara luas terutama kepada para pemimpin dan pemuka masyarakat
Mekah Qurais. Seperti Abu Bakar ash Shidiq, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam,
Saad bin Abu Waqqas, Abdurrahman bin Auf dan Thalhah bin Ubaidillah.
Langkah dakwah yang dilakukan Muhammad saw memberi kesan
kehebatan dalam strategi seorang pemimpin, kehebatan tersebut dapat dicermatai
dari cara dakwah Muhammad saw yang tepat. Ketepatan tersebut dapat dipahami
dengan memilih pemuka masyarakat Qurais terlebih dahulu dalam menyebarkan
islam, dengan harapan kalau para pemuka tersebut memeluk Islam ada kemungkinan
para pengikutnya akan mengikuti pemimpinnya. Karena pada dasarnya masyarakat Arab
pada waktu itu sangat fanatic terhadap pemimpinnya, dana budaya seperti ini
dibaca dan digunakan Muhammad saw untuk mendakwahkan Islam kepada para
pemimpinnya. Srategi tersebut menuai hasil dengan masuknya para pemuka Qurais
ke dalam Islam.
Tidak itu saja, setelah dakwah secara sembunyi sembunyi,
Muhammad saw membuat semacam tempat/ markas untuk mengatur strategi dakwah dan
pendidikan para pengikutnya. Markas tersebut berpusat di rumah tokoh masyarakat
Qurais yaitu Al-Arqam bin Abu Al-Arqam, dari markas inilah dakwah secara
sembunyi-sembunyi dikendalikan, di markas ini para penganut Islam didik dan
didoktrin oleh Nabi saw agar menjadi pemeluk dan pengikut yang kuat, teguh
pendirian, taat kepada pemimpin dan Allah.
Setelah mempunyai pengikut tentu perlu tempat untuk
pertemuan, pengkaderan dan musyawarah untuk mengatur strategi dakwah dan
perjuangan menegakkan agama Islam. Hal inilah yang telah dipikirkan oleh
Muhammad saw, sehingga dengan keputusan tersebut mempunyai implikasi yang baik
terhadap perjuangan Muhammad saw di Mekah. Rumah Al-Arqam bin Abu Al-Arqam
menjadi basis perjuangan Muhammad saw.
Di sisi lain, di kalangan kaum Qurais yang anti terhadap
dakwah Muhammad saw mulai mengambil sikap konfrontasi, sikap tersebut makin
jelas dengan perbuatan mereka yang menyiksa siap saja yang masuk Islam, tidak
itu saja mereka kaum Qurais juga mencaci maki kaum muslim yang sedang salat.
Dalam keadaan seperti ini Muhammad saw mengambil kebijakan dengan menyuruh dan
menginstruksikan kaum muslim untuk menyembunyikan keislamannya, baik perkataan
maupun perbuatan. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Syaikh Shafiyyurrahman
Al-Mubarakfury dalam bukunya Sirah Nabawiyah,”langkah bijaksana yang
diambil Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam dalam mengahdapi berbagai
tekanan itu, beliau melarang orang-orang Muslim menampakkan ke –Islamannya,
baik berupa perkataan maupun perbuatan. Beliau tidak menemui mereka kecuali
dengan cara sembunyi-sembunyi.” Kebijakan yang
diambil oleh Muhammad saw merupakan sebuah strategi untuk menghadapi orang
kafir Qurais. Hal ini dilakukan agar umat Islam terhiondar dari kekejaman
mereka.
Dengan adanya taktik tersebut maka umat Islam yang masih
sedikit mampu bertahan dan terhindar dari tekanan, intimidasi dan penyiksaan
yang dilakukakan oleh orang-oranag kafir Qurais. Kemudian timbul pertanyaan
kenapa umat Islam pada waktu itu harus sembunyi-sembunyi bukankah dengan secara
terang-terangan akan lebih baik, karena kalau pun mereka meninggal, meninggal
secara sahid? Mungkin dalam satu sisi ada benarnya kalau secara terang-terangan
ada kemungkinan orang-orang kafir akan menyerang dan akhirnya terjadi
perkelahian secara fisik, kalau hal ini terjadi maka ada kemungkinan kaum
muslim meninggal, dan kalau meninggal karena membela agama Allah adalah mati
syahid.
Tetapi setelah Allah memrintahkan untuk dakwah secara
langsung dan terang-terang Rasulullah bangkit dan berdakwah secara langsung
didepan umum.” Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.
Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang
memperolok-olokkan (kamu),”(QS.Al-Hijr:94-95).dalam ayat tersebut Allah
menyuruh Muhammad saw untuk dakwah secara terang-terangan kepada kaunya.
Artinya adalah resiko yang dihadapi akan lebih besar. Meski
demikian Muhammad saw dan pengikutnya dilindungi oleh Allah, atau semacam
jaminan keamanan dalam operasi dakwahnya secara terang-terangan. Kalau dakwah
sebelumnya bersifat gerilya, dari rumah ke rumah, maka sekarang medan dakwahnya
adalah di lapangan terbuka, dakwah terbuka mengandung tantangan yang lebih
besar dari pada dakwah secara gerilya sembunyi-sembunyi. Dengan dakwah secara
terbuka, maka banyak strategi yang perlu disiapkan untuk melaksanakan hal
tesebut. Strategi pertama dilakukan Muhammad saw adalah menyeru kepada kerabat
dekatnya yaitu Bani Hasyim dan Bani Al Muthalib bin Abdi Manaf. Kemunginan dengan menyeru kerabat dekat akan lebih mudah,
sekaligus menjadi semacam benteng pertahanan yang membelanya ketika mendapat
tantangan dari kabilah lain. Tetapi Muhammad saw tidak putus asa dan
menghentikan dakwahnya meskipun ditentang dan di hadang. Berbagai rintangan
dakwah dilakukanleh orang-orang Qurais, diantara rintangan tersebut adalah,
dengan ejekan, penghinaan, olok-olok, penertawaan, dan Sesungguhnya orang-orang
kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka,
tatkala mereka mendengar Al Quran dan mereka berkata: “Sesungguhnya ia
(Muhammad) benar-benar orang yang gila.”(QS. Al-Qalam:51). Mnejelek-jelekkan
ajaran beliau, membangkitkan keragu-raguan, menyebarkan anggapan-anggapan yang
menyangsikan ajaran-ajaran Muhammad saw, melawan Al-Quran dengandongeng
orang-orang dahulu dan menyibukkan manusia dengan dongeng-dongeng itu,
menyodorkan beberapa bentuk penawaran, penawaran tersebut adalah usaha untuk
mempertemukan Islam dan Jahiliyah di tengah jalan, Orang musyrik meninggalkan
sebagaian ajaran mereka dan demikian juga Muhammad saw.
Berbagai rintangan tersebut tidak menyurutkan Muhammad saw untuk meneruskan
perjuangan dakwahnya. Sebagai seorang pemimpin Muhammad saw menyikapi keadaan
tersebut dengan tenang dan penuh kewaspadaan tanpa terpropokasi oleh manuver
yang dilakukan oleh-orang-orang musrik Mekah.
Tantangan dan ancaman terus dilancarkan oleh orang musyrik
Mekah gangguan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Mekah ditujukan kepada
muslim yang masih lemah, dengan harapan mereka akan terganggu dan tertekan
jiwanya dan akhirnya kembali ke dalam agama mereka(Jahliyah). Berbagai
penyikasaan dan penindasan, intimidasi dilakukan oleh orang musyrik Mekah.
Dengan perlakuan seperti itu kaum muslim terjepit dan merasa tidak aman kalau
terus tinggal di Mekah. Dalam keadaan genting seperti ini, Muhammad saw
mendapat wahyudari Allah untuk segera eksodus dari kota mekah.” . Katakanlah:
“Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”. orang-orang yang
berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas.
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka
tanpa batas.”(QS.10). Ayat tersebut dapat dipahami bahwa selain berisi tentang
perintah betakwa juga kabar gembira bagi manusia yang berbuat baik. Dan memberi
isyarat untuk mencari daerah lain selain Mekah. Berdasarkan ayat ini Muhammad
saw menyuruh kaum muslim hijrah/eksodus ke Habasyah.
Berdasarkan peristiwa tersebut dapat dipahamai bahwa eksodus
dari daerah sendiri menuju daerah lain ketika genting dan bahaya yang mengancam
nyawa dibolehkan dalam Islam. Kebolehan ini sangat beralasan karena menyangkut
nyawa seseorang, maka langkah untuk eksodus dari Mekah menuju Habasyah adalah
tindakan tepat yang dilakukan oleh Muhammad saw sebagai seorang pemimpin,
eksodus ke Habasyah dapat dianggap sebagai mencari suaka politik. Karena mereka
meminta perlindungan kepada raja Habasyah. Meminta suaka politik dibolehkan
dengan alas an di daerah /negara sendiri tidak merasa aman, terintimidasi dan
terancam jiwanya, maka langkah yang tepat adalam mencari suaka politik ke
daerah lain atau negara lain.
Kepemimpinan Muhammad saw di Mekah lebih difokuskan kepada
pembentukan karakter kepribadian, penguatan keimanan, dan pendidikan. Menurut
Mahmud Yunus pengkaderan yang dilakukan oleh Rasulullah saw kepada kaum muslim
meliputi; pertama materi keimanan, yang memfokuskan kepada iman kepada Allah,
bahwa Allah itu Esa, beriman kepada kenabian Muhammad saw, bahwa Muhammad saw
adalah benar utusan Allah, serta mengimani bahwaAl-Quran berasal dari Allah.
Kedua materi ibadah, amal ibadah yang dianjurkan Muhammad saw ketika masih di
Mekah adalah salat, sebagai konsekuensi pernyataan mengabdi kepada Allah,
ungkapan rasa syukur, membersihkan jiwa dan menghubungan hati dengan Allah.
Yang pada mulanya mereka salat secara sembunyi-sembunyi di rumah Arqam.
Sedangakn untuk zakat masih belum diatur, pembayaran zakat hanya diberikan
kepada orang msikin dan anak yatim. Ketiga materi pengkaderan yang diberikan
Muhammad saw diMekah adalah materi akhlak. Muhammad memnganjurkan kepada
kamumuslim di Mekah berakhlak mulia sepertiadil, menepati janji, pemaaf,
tawakkal, bersyukur atas nikmat Allah, saling menolong, berbuat baik kepada
kedua orang tua dan memberi makan orang miskin, musafir dan meninggalkan akhlak
yang buruk.
Pengkaderan yang dilakukan oleh Rasulullah merupakan langkah
yang tepat sebelum melakukan ekspansi dakwah ke luar, karena pengkaderan dan
pendidikan kejiwaan kepada para pengikutnya merupakan strategi utama dalam
membangun kesolidan pasukan. Muhamad saw menyadari bahwa kesolidan dan kesatuan
anggota samgat penting dalam mendukung dan memperkuat suatu tujuan. Sehingga
kecil kemungkinan kelemahan tarjadi dalam diri para anggota. Afzalur Rahman
menyatakan bahwa Muhamad saw mengkader anggotanya agar terhindar dari
kelemahan, langkah-langkan yang dilakukan Muhammad saw adalah menggunakan
factor moral, rohani, psikologis dan fisik yang kesemua itu dapat membantu
memperkuat keyakinan mereka atas kebenaran dan kemuliaan tujuan dakwah dan
agama yang mereka anut. Kebijakan yang dilakukan oleh
Muhammad saw adalah bukti bahwa beliau adalah pemimpin yang mengetahui satategi
kepemimpinan, karena beliau menyadari bahwa tidak ada artinya mempunyai pasukan
yang kuat dari segi persenjataan, tetapi lemah dalam spirit dan kejiwaannya.
Pengkaderan yang dilakukan Muhammad saw adalah berdasarkan
wahyu Allah yang turun di Mekah, kesemuanya secara umum berisi tentang
ketauhidan, kewajiban social terhadap sesama, dan tentang tanggung jawab
masing- masing individu dihadapan Allah. Dengan
demikian makin memperjelas anggapan bahwa yang dilakukan Muhammad saw adalah
inspirasi dari wahyu Allah untuk mengkader pengikutnya menjadi militan tangguh
dalam menghadapi berbagai rintangan dan tantangan kaum kafir Qurais. Dalam
mengakedar Muhammad saw mengakui mendapatkan inspirasi dari Al-Quran sebagai
wahyu Allah. “Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada
jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan
Ibrahim itu bukanlah Termasuk orang-orang musyrik”. Katakanlah: Sesungguhnya
sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan
aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.Katakanlah:
“Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, Padahal Dia adalah Tuhan bagi
segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya
kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul
dosa orang lain, kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan
diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”(QS. Al-Anam:161-164).
Sebagai seorang pemimpin Muhammad saw peduli terhadap kaum mustadhafun
(kaum tertindas dan lemah), para budak, pekerja rendahan, tukang batu,
wanita, anak-anak yatim, orang-orang tertindas, kepedulian ini menimbulkan
kekhawatiran kalangan bangsawan Mekah, yaitu parasaudagarkaya, tuan tanah,
pemuka agama, mereka merasa terancam dengan berkumpulnya para mustadhafun tersebut,
mereka cemaskalau para proletar itu akhirnya mengancam kedudukan mereka.
Kemudian kaum bangsawan Mekah meminta kepada Nabi Untuk mengembalikan mustadhafun
tersebut, tetapi permintaan itu ditolak oleh Muhammad saw.
Kalaulah Muhammad sebagai seorang materialis maka permintaan
kaum penindas akan dikabulkan. Karena pada dasarnya Muhammad saw juga berasar
dari kaum miskin lemah dan tertindas, maka mustahil Muhammad saw akan
menyerahkan para mustdhafun ketangana para penindas tersebut. Muhammad
saw berjuang untuk persamaan dan kebenaran bukan untuk harta benda, Muhammad
saw berjuang untuk mencari ridha Allah, membebaskan kaum tertindas dan lemah,
membangun ordo kebenaran berdasarkan wahu ketauhanan, keadilan dan persamaan.
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang
lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya
Tuhan Kami, keluarkanlah Kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya
dan berilah Kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah Kami penolong dari
sisi Engkau!”.(Qs. Annisa:75).
Secara umum kebijakan Muhammad saw ketika di Mekah bersifat
pembangunan rohani dalam anggotanya, sebab pada saat itu Muhammad saw belum
mempunyai kekuasaan secara penuh. Dikatakan tidak secara penuh karena Muhammad
saw tidak menguasai Mekah secara keseluruhan. Dengan demikian secara teritorial
Muhammad saw tidak mempunyai wilayah kekuasaan. Tetapi apabila di tinjau dari
segi kekuasaan bersifat keagamaan, dimungkinkan karena Muhammad saw mendapatkan
wahyu dari Allah berupa Al-quran untuk membawa manusia ke jalan Allah. Dalam
hal ini, peninjauan Muhammad sebagai pemimpin lebih kepada aspek keagamaan.
Kemudian timbul pertanyaan. Mengapa Muhammad dianggap sebagai pemimpin atau
memimpin di Mekeh? Jawabnya adalah karena Muhammad saw mempunyai pengikut,
yaitu orang Mekah yang telah masuk Islam, dan jumlahnya pun sangat sedikit jika
dibanding dengan jumlah penduduk Mekah.
Tetapi yang pasti kepemimpinan Muhammad saw diakui oleh
umatnya sendiri, yang pada waktu itu masih sedikit. Dengan demikian secara
internal Muhammad saw diakui sebagai seorang pemimpin. Peran kepemimpinan
Muhammad tercermin dengan mengatur , mengendalikan dan mengkader para
pengikutnya untuk teguh pendirian, berakhlak, beriman dan berjiwa sosial.
Kepemimpinan Muhammad saw terlihat jelas tatkala mengetahui
bahwa pengikutnya mendapat tekanan, intimidasi dan penyiksaan yang dilakukan
oleh kafir Mekah.sebagai pemimpin Muhamad saw tidaktinggal diam, Muhammad saw menyuruh
semau pengiktunya untuk eksodus dari Mekah dan menuju Habsi, dan sebelum
memutuskan utnuk eksodus ke Habsyi Muhammad saw telah memikirkan dan
menganalisa keadaan dan situasi di Habsyi, akhirnya dengan beberapa
pertimbangan akhirnya Muhammad saw memilih Habsyi sebagai tujuan eksodus untuk
mencari suaka politik. Hal senada diungkapkan Hasan Ibrahim Hasan, bahwa ketika
Muhammad saw mernyaksikan penderitaan sahabatnya oleh kaum kafir Mekah, maka
Muhammad saw menyuruh para sahabat tersebut eksodus ke Habsyi, karena di sana
Rajanya adil dan bijaksana, di samping itu Habsyi adalah negeri yang aman.
2. Kepemimpinan Rasulullah di Madinah
Setelah yakin bahwa dakwah di Mekah tidak mendapatkan
sambutan maka nabi Muhammad saw amemutuskan untuk eksodus dari Mekah dan menuju
Yatsrib/Medinah, keputusan ini diambil setelah selam sepuluh tahun Muhammad saw
di Mekah tidak mendapatkan sambutan yang baik dari masyarakat Mekah, maka
Beliau memilih untuk pergi ke Yatsrib. Muhammad saw di sambut baik oleh
masyarakat Yatsrib. Di Yatsrib Muhammad saw memfokuskan pembinaan dalam bidang
keimanan, kedua pendidikan ibadat, ketiga pendidikan akhlak, keempat
pendidikan, kesehatan jasmani, kelima pendidikan kemasyarakatan. Pengakderan dan pendidikan yang dilakukan oleh Muhammad
saw di Yatsrib lebih mendalam dan komplek meliputi berbagai aspek kehidupan.
Hal ini dilakukan karemna kebutuhan yang lebih besar dan permaslahan yang lebih
komplek.
Nurcholish Madjid [selanjutnya ditulis Nurcholish]
menyatakan kesadaran akan posisi sebagai Rasul Allah dan pemimpin Negara
menjadikan Muhammad saw berkeinginan untuk mengubah kota Yatsrib menjadi
Madinah. Pengubahan nama kota ini dilihat dari strategi perjuangan global,
merupakan sebuah deklarasi untuk mendirikan tatanan masyarakat politik modern yaitru
Negara Madinah. Lebih lanjut Nurcholish menyatakan bahwa secara istilah
perkataan Arab, Madinah berarti kota. Pengertian semantic ini mempunyai
kebahasaan . berdasarkan akar katanya dina-yadinu, yang artinya tunduk
atau patuh, maka perkataan madinah mengandung pengertian dasar tempat
kepatuhan atau sistem kepatuhan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahwa kat5a
madinah adalah tempat hunian sekumpulan manusia yang tunduk kepada suatu aturan
atau hukum.
Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa langkah yang
dilakukan oleh Muhammad saw adalah sebuah langkah politis untuk mengarahkan
masyarakat Madinah dalam satu tujuan utama yaitu membentuk Negara yang tunduk
kepada aturan hukum, bukan Negara yang tundukkjepad kelompok atau tunduk kepada
kepala-kepala kabilah tertentu. Madinah menurur Nurcholish dapat dipahami
sebagai tempat peradaban, lawan dari biadab, menurut Nurcholish inti dari
peradaban adalah system kepatuhan kepada suatu aturan bersama atau hukum. Sebab tanpa ada kepatuhan maka peradaban tidak akan ada.
Usaha mendirikan Negara Madinah merupakan eksperimen
Muhammad saw untuk mengejawantahkan kehidupan Islam yang bersumber dari wahyu
Allah. Berdasarkan prinsip Al-Quran Muhammad saw memulai pengembangan
politiknya dengan menggalang kerjasama dengan semua kelompok yang ada di
Madinah, termasuk di dalamnya kaum Yahudi. Kerjasama terrsebut dapat dicermati
dengan lahirnya piagam Madinah sebagai berikut:pertama,
setiap suku dan kelompok akan megurur urusannya sendiri dan menyelesaikan
sendiri perselisihannya menurut hukum dan kebiasaan sendiri. Kedua tidak ada
pihak Yahudi atau muslim yang boleh melakukan persetujuan kapan pun juga dengan
salah satu pihak atau kelompok yang tinggal di luar Madinah. Ketiga, kalau
terjadi pertempuran di luar batas-batas Madinah, tidak ada penduduk Madinah
yang dapat dipaksa untuk bertempur di pihak mana pun dari pihak yang
berselisih. Keempat orang Yahudi harus memberikan sumbangan biaya jkalau mereka
bertempur bahu- membahu dengan orang muslim melawan musuh bersama. Kelima, setiap
suku atau kelompok bebas menjalankan agamanya. Orang Yahudi menjalankan
agamanya dan orang islam menjalankan agamanya. Keenam, kalau ada serangan dari
pihak luar, masing masing pihak akan membantu pihak yang lain. Jika salah satu
pihak terlibat pertempuran pihak lain akan memberikan bantuannya, dan jika
salah satu pihak membuat perdamaian, pihak yang lainnya juga membuat perdamaian
dengannya. Tidak ada satu pihak pun juga yang akan memberikan perlindungan pada
orang Qurais di Mekah. Ketujuh, kota Mekkah adalah kota suci dan tidak boleh
dilanggar oleh semua pihak yang menandatangani perjanjia tersebut. Kedelapan,
dalam semua perselisihan di anatar pihak-pihak yang menandatangani perjanjaian
ini di Madinah, Nabi Muhammad saw akan bertindak sebagai wasit dan putusannnya
adalah keputusan tertinggi. Piagam Madinah tersebut makin mengkokohkan Muhammad
saw menjadi kepala Negara.
Sebagai kepala Negara Muhammad saw selalu mengedepankan
musyawarah,” hal ini dapat dipahami dari firman Allah, “dan bagi orang-orang yang
mematuhi seruan Allah dan mendirikan salat, sedangkan urusan mereka
selesaikan/putuskan dengan musyawarah diantara mereka, dan mereka menafkahkan
sebagian rezki yang kami berikan mereka.”(QS.Asyuura:38). Bahkan, dalam
musyawarah Muhammad saw mengikuti pendapat suara terbanyak meskipun berbeda
pendapat dengan pendapat pribadi beliau dari kutipan
tersebut mengandung arti bahwa Muhammad saw sebagai pemimpin Negara dan
sekaligus seorang utusan Allah tidak berbuat sewenang-wengan dan memanfaatkan
kedudukannya tersebut. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Nurcholish Madjid
bahwa Muhamad saw berpenampilan manusia, egaliter, adil dan demokratis.
Dalam rangka menguatkan tatanan masyarakat dan Negara
Madinah Muhammad saw meletakkan dasar-dasar kemasyarakatan yaitu pertama,
pembangunan masjid, selain untuk tempat salat juga untuk sarana pemersatu umat
Islam pada waktu itu, sebagai temapt msuyawarah, pusat pemerintahandan
pendidikan. Kedua, ukhuwwah islamiyyah, persaudaraan sesame muslim.
Ketiga, menghubungkan tali persaudaraan dengan pihak lain yang tidak beragam
Islam. Selain itu Muhammad saw juga menjalin perjanjian dengan golongan lain
untuk menjaga stabilitas keamana Medinah. Perjanjian
yang dibuat oleh Muhammad saw merupakan sebuah konstitusi yang dibuat untuk mengatur
jalannya pemerintahan.
Sebagai kepala pemerintahan Muhammad saw membentuk tentara
dan membuat aturan tentang peperangan, pertama umata islam didizinkan berperang
dengan dual asana, pertama untuk mempertahankan diri dan melindungi hak
miliknya. Kedua menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan
mempertahankannya dari orang-orang yang menghalang-halanginya. Dari kutipan tersebut dapar dicermati bahwa Muhammad saw
cepat tanggap terhadap kedudukannya sebagai kepala Negara, kesigapan tersebut
tercermin dari kebijakannya yang segera membuat aturan–aturan yang memungkinkan
kedamaian dan ketentraman terwujud di Medinah.
Pada tahun keenam Hijriyah Muhammad saw berangkat ke Mekah
untuk menuanaikan umrah, berziarah ke baitullah di luar musim haji. Muhammad
saw bersama seribu empat ratus kaum muslimin, tetapi sebelum mencapai kota
Mekah rombongan Muhammad saw dicegat oleh kaum musyrikin Mekah. Kejadian ini
menimbulkan ketegangan di kedua belah pihak, akhirnya pihak kaum muslimin dan
musyrikin Mekah mengutus utusan kepada Rasulullah saw
untuk bernegosiasi dan akhirnya menghasilkan gencatan senjata, isi gencatan
senjata tersebut adalah, pertama gencatan senjata di antara kedua belah pihak
berlaku untuk jangka waktu sepuluh tahun. Kedua, Rasulullah saw harus
megembalikan ke Mekah bila ada orang Qurais yang dating sebagai muslim di
Madinah tanpa izin wali. Ketiga, orang-orang Qurais tidak diharuskan
mengembalikan ke Madinah bila ada orang dari pihak Muhammad saw yang datang ke
Mekah. Keempat, barangsiap menghendaki untuk mengadakan ikatan persekutuan
dengan pihak Qurais dipersilahkan, dan siapa menghendaki, selain orang-orang
Qurais, untuk mengadakan ikatan persekutuan dengan Muhammad saw juga
dipersilahkan. Kelima, Rasulullah saw untuk tahun ini harus kembali ke Madinah
tanpa umrah dan untuk tahun yang akan datang beliau bersama para sahabatnya
dipersilahkan datang ke Mekah sesudah terlebih dahulu orang-orang Qurais keluar
dari Mekah, beliau dan para sahabat hanya berada di sana selama tiga hari
dengan tanpa membawa senjata selain hanya pedang yang dimasukkan ke dalam
sarungnya. Gencatan senjata ini memberi keunutungan
yang besar bagi Muhammad saw, karena kaum muslimin mempunyai kesempatan untuk
menjalin hubungan dengan pihak luar dan sekaligus memberi kesempatan yang luas
untuk melakukan konsolidasi ke dalam masyarakat Madinah.
Secara umum kepemimpinan Rasullulah saw di Medinah sukses,
kesuksesan tersebut dapat dipahami dari keberhasilan Rasulullah saw membangun
masyarakat tunduk kepada hukum. Masyarakat majemuk yang hidup rukun dan damai
dalam bingkai keislaman.
3. Kebijakan Militer Terhadap Bizantium
Serbuan ke Mekah lebih bersifat politik daripada militer,
karena serbuan tersebut merupakan pamer kekuatan dan kekuasaan muslim pada
pihak Quraisy dan sekutunya. Quraisy merupakan penghalang utama, sedangkan
kabilah lainnya hanya bersifat menunggu atau tidak reaksi untuk membela salah
satu, tetapi hanya sebagai penonton saat. Kemenangan atas kaum Quraisy
merupakan kemenangana besar bagi kaum muslim. Jadi
tujuan utama dari penyerbuan ke Mekah adalah untuk membuktikan bahwa
pemerintahan Islam ada dan tetap eksisi dan diperhitungkan. Di samping itu
adalah semacam unjuk kekuatan militer kepada para kabilah yang ada pada waktu
itu. Bahkan setelah penyerbuan ke Mekah Muhammad saw juga melakukan penyerbuan
ke daerah Hunaian dan Taif sebagai basis kekauatan kaum Quraisy. Muhammad juga
terus bergerak melakukan penyerbuan ke Roma dengan pasukan yang berkekuatan
tiga puluh ribu orang. Sebuah jumlah yang sangat besar yang pernah ada. Dari
sudut pandang militer dan politik penyerbuan ke Roma merupakan strategi untuk
unjuk keberanian dan kekuatan. Unjuk kekuatan dankeberanian ini membuahkan
hasil dengan tunduknya beberapa daerah yang pernah tunduk di bawah kekuasaan
Roma/ Bizantium. Kemudian pada tahun delapan Hijrah/
September 629 Masehi terjadi peperangan besar. Perang tersebut bernama
pertempuran mu’tah karena tempat peperangan tersbut berada di Mu’tah daerah/
dususn sebelum masuk ke wilayah Syam. Sedangkan latar belakang pertempuran ini
adalah karena pembunuhan utusan Muhammad saw Al-Harist bin Umair. Al-Harits bin
Umair diutusa Muhammad saw untuk mengantarkan surat kepada pemimpin Busra,
tetapi ketika di perjalan dicegat oleh Syurahbil bin Amr Al-Ghassany. Padahal
pembunuhan terhadap utsan merupakan kejahatan yang keji, ketiak mendengar
utusannya dibunuh Muhammad saw murka danmarah besar. Untuk menanggapai kejadian
tersebut Muahmmad saw mengabil kebijakan untuk menyerbu dengan kekuatan pasukan
tiga ribu orang.
Muhammad saw mengambil kebjakan tentang pergantaian panglima
dalam perang tersebut, pertama panglima pertama dipimpin oleh Zaid bin
Haritshah, kalau Zaid Gugur maka digantikan oleh Ja’far. Apabila Ja’far gugur
maka penggantinya adalah Abdullah bin Rawahah. itulah
di antara kebijakan Muhamad saw dalam militer ketika menghadapi Binzantium.
4. Model Kepemimpinan Rasulullah
Nabi dalam kesadaran umat Islam merupakan teladan
dalam segenap hal (uswah hasanah). Dalam kata-kata Iqbal, “Cinta kepada Nabi
mengalir bak darah di dalam urat-urat umatnya” atau dalam lukisan Rumi, “Inilah
sahabatku, inilah dokterku, inilah guruku, inilah obatku” (hadza habibi, hadza
thabibi, hadza adibi, hadza dawa’i).
Sejarah mengajarkan bahwa model kepemimpinan Nabi betul-betul telah mampu mengubah raut sejarah dari yang semula primitif (jahiliah) menjadi beradab dalam waktu yang relatif singkat selama 23 tahun. Yahdi minaz zulumati ilan nur. Keberhasilan mengagumkan yang tempo hari membuat seorang orientalis Hart dalam bukunya yang mengangkat seratus tokoh yang telah mengubah dunia dia tidak ragu lagi menempatkan Muhammad dalam urutan pertama.
Model kepemimpinan yang dikembangkan Nabi intinya tidak lain dilandaskan pada moralitas yang kokoh. Nabi sebagai seorang pemimpin umat dan masyarakat benar-benar mencitrakan dirinya sebagai sosok yang memiliki akhlak mulia yang layak diteladani dalam segenap hal. Malah moralitas ini pula yang menjadi tema dan daya tarik “kampanye” dari risalah yang disosialisasikan sepanjang karir kenabiannya sehingga mampu menyedot masyarakat untuk menjadi pengikut setianya tanpa diiming-iming materi, menjadi jemaahnya dengan kerelaan berkorban yang luar biasa. “Aku diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak,” jelas Nabi.
Moralitas atau akhlak kepemimpinan seperti apa yang dikembangkan Nabi ini? Minimal kita dapat mencatat ENAM HAL penting akhlak yang melekat dalam kepemimpinan Nabi.[2] Yaitu :
=> Pertama, beliau adalah sosok yang mampu meresapkan rasa keadilan yang merata kepada semua pihak tanpa kecuali.
Keadilan di tangan Nabi tidak pernah dikorbankan atas nama apa pun seperti terpantul dari ajaran-Nya, “Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuat kamu tidak berlaku adil” (Q.S. 5:8). Nabi sadar betul bahwa keadilan merupakan jendela guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Dalam bahasa Alquran, keadilan merupakan alat untuk merengkuh takwa (Q.S. 5:8) dan takwa merupakan prasyarat terbukanya rezeki dari langit (Q.S. 7:96).
Tercantum dalam sebuah riwayat, suatu hari di Madinah terjadi skandal ekonomi yang melibatkan seorang wanita dari elite lingkaran kekuasaan (al-mar’ah al-syarifah), kemudian para sahabat berkumpul dan hasilnya diutuslah salah seorang dari mereka untuk menemui Nabi dan meminta keringanan hukuman bagi perempuan ini.
Apa jawaban Nabi? Dengan tegas Nabi mengatakan, “Camkan, sesungguhnya yang telah menghancurkan bangsa Yahudi dulu adalah karena hukum telah bersikap pandang bulu. Ingat! Seandainya Fatimah anak saya sendiri yang korupsi, maka saya sendiri yang akan memotong tangannya!” Pemimpin yang adil kelak, kata Nabi, adalah “salah seorang dari tujuh kelompok yang akan dilindungi di alam mahsyar.”
=> Kedua, Nabi benar-benar memimpin dengan sentuhan rasa cinta, empati dan simpatik yang tiada tara yang dipersembahkan kepada seluruh umatnya.
Begitu cintanya Nabi kepada rakyatnya sampai-sampai kata-kata yang keluar dari mulutnya ketika hendak mengembuskan nafasnya pun adalah simpul dari kecintaannya, “ummati… ummati… ummati” (bagaimana nasib umatku kelak…). Bahkan lebih dari itu kecintaan juga beliau alokasikan untuk binatang dan alam sebagaimana tergambar dari kebijakannya yang membuat kawasan hima (cagar alam) di Madinah dan tanah haram di seputar Mekah di mana di tanah ini siapa pun tidak diperkenankan membunuh binatang bahkan mencabut sehelai rumput. Sebuah gambaran akan kesadaran ekologis yang sangat mengagumkan.
=> Beliau sangat paham bahwa kata-kata itu bukan hanya akan membawa pengaruh bagi lingkungan tapi juga dapat membawa akibat kelak di akhirat. Beliau senantiasa berpedoman kepada prinsip, “Apabila tidak bisa berkata benar dan jujur maka lebih baik diam”.
Sejarah mengajarkan bahwa model kepemimpinan Nabi betul-betul telah mampu mengubah raut sejarah dari yang semula primitif (jahiliah) menjadi beradab dalam waktu yang relatif singkat selama 23 tahun. Yahdi minaz zulumati ilan nur. Keberhasilan mengagumkan yang tempo hari membuat seorang orientalis Hart dalam bukunya yang mengangkat seratus tokoh yang telah mengubah dunia dia tidak ragu lagi menempatkan Muhammad dalam urutan pertama.
Model kepemimpinan yang dikembangkan Nabi intinya tidak lain dilandaskan pada moralitas yang kokoh. Nabi sebagai seorang pemimpin umat dan masyarakat benar-benar mencitrakan dirinya sebagai sosok yang memiliki akhlak mulia yang layak diteladani dalam segenap hal. Malah moralitas ini pula yang menjadi tema dan daya tarik “kampanye” dari risalah yang disosialisasikan sepanjang karir kenabiannya sehingga mampu menyedot masyarakat untuk menjadi pengikut setianya tanpa diiming-iming materi, menjadi jemaahnya dengan kerelaan berkorban yang luar biasa. “Aku diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak,” jelas Nabi.
Moralitas atau akhlak kepemimpinan seperti apa yang dikembangkan Nabi ini? Minimal kita dapat mencatat ENAM HAL penting akhlak yang melekat dalam kepemimpinan Nabi.[2] Yaitu :
=> Pertama, beliau adalah sosok yang mampu meresapkan rasa keadilan yang merata kepada semua pihak tanpa kecuali.
Keadilan di tangan Nabi tidak pernah dikorbankan atas nama apa pun seperti terpantul dari ajaran-Nya, “Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuat kamu tidak berlaku adil” (Q.S. 5:8). Nabi sadar betul bahwa keadilan merupakan jendela guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Dalam bahasa Alquran, keadilan merupakan alat untuk merengkuh takwa (Q.S. 5:8) dan takwa merupakan prasyarat terbukanya rezeki dari langit (Q.S. 7:96).
Tercantum dalam sebuah riwayat, suatu hari di Madinah terjadi skandal ekonomi yang melibatkan seorang wanita dari elite lingkaran kekuasaan (al-mar’ah al-syarifah), kemudian para sahabat berkumpul dan hasilnya diutuslah salah seorang dari mereka untuk menemui Nabi dan meminta keringanan hukuman bagi perempuan ini.
Apa jawaban Nabi? Dengan tegas Nabi mengatakan, “Camkan, sesungguhnya yang telah menghancurkan bangsa Yahudi dulu adalah karena hukum telah bersikap pandang bulu. Ingat! Seandainya Fatimah anak saya sendiri yang korupsi, maka saya sendiri yang akan memotong tangannya!” Pemimpin yang adil kelak, kata Nabi, adalah “salah seorang dari tujuh kelompok yang akan dilindungi di alam mahsyar.”
=> Kedua, Nabi benar-benar memimpin dengan sentuhan rasa cinta, empati dan simpatik yang tiada tara yang dipersembahkan kepada seluruh umatnya.
Begitu cintanya Nabi kepada rakyatnya sampai-sampai kata-kata yang keluar dari mulutnya ketika hendak mengembuskan nafasnya pun adalah simpul dari kecintaannya, “ummati… ummati… ummati” (bagaimana nasib umatku kelak…). Bahkan lebih dari itu kecintaan juga beliau alokasikan untuk binatang dan alam sebagaimana tergambar dari kebijakannya yang membuat kawasan hima (cagar alam) di Madinah dan tanah haram di seputar Mekah di mana di tanah ini siapa pun tidak diperkenankan membunuh binatang bahkan mencabut sehelai rumput. Sebuah gambaran akan kesadaran ekologis yang sangat mengagumkan.
=> Beliau sangat paham bahwa kata-kata itu bukan hanya akan membawa pengaruh bagi lingkungan tapi juga dapat membawa akibat kelak di akhirat. Beliau senantiasa berpedoman kepada prinsip, “Apabila tidak bisa berkata benar dan jujur maka lebih baik diam”.
=> Keempat, beliau
adalah pemimpin yang selalu menjunjung tinggi amanah.
Beliau tidak pernah berjanji kecuali janji itu ditepati. Al-amin atau orang yang terpercaya jauh-jauh hari merupakan atribut yang melekat dalam dirinya. Sikap amanah yang diakui bukan hanya oleh sahabat-sahabatnya sendiri bahkan oleh mereka yang berbeda keyakinan sekali pun. Karena amanahnya setiap keputusan yang diambil selalu memuaskan semua pihak.
=> Kelima, Nabi adalah pemimpin yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata (fathanah).
Kata-kata yang keluar dari mulutnya dan kebajikan yang diambilnya menjadi bukti ihwal kecerdasan Nabi. Ketika Nabi berbicara walaupun sebentar, misalnya, maka kata-katanya itu benar-benar menyimpan makna yang mendalam. Berbeda dengan kebiasaan kita, kata-katanya panjang tapi miskin makna.
=> Keenam, Nabi selalu bersikap transparan (tabligh).
Dia sampaikan setiap kebenaran dan diluruskannya segala hal yang dianggap keliru. Di tangannya tidak ada kebenaran yang disembunyikan. Lebih dari itu, dalam menyampaikan kebenarannya pun, Nabi melakukannya dengan cara-cara yang bijaksana (al-hikmah) tutur kata yang santun (al-mauidzhah al-hasanah) diiringi alasan dan logika yang kokoh (al-mujadalah).
Itulah beberapa model nilai-nilai kepemimpinan yang dikembangkan Nabi saw. sebagai modal dasar dalam melakukan perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Nilai-nilai seperti itulah sebenarnya yang seharusnya menjadi pertimbangan utama ketika kita memilih pemimpin. Sebab bagaimana pun juga setiap kepemimpinan dan termasuk orang yang mengangkatnya sebagai pemimpin semua akan dimintai pertanggungjawabannya (kullukum ra’in wa kukullukum mas’ulun ‘an raiyyatih). Sekali kita mengkhianati amanah kepemimpinan, maka sebenarnya kita telah melakukan pengkhianatan kepada Rasul bahkan kepada Allah (Q.S. 8: 27-28)
Beliau tidak pernah berjanji kecuali janji itu ditepati. Al-amin atau orang yang terpercaya jauh-jauh hari merupakan atribut yang melekat dalam dirinya. Sikap amanah yang diakui bukan hanya oleh sahabat-sahabatnya sendiri bahkan oleh mereka yang berbeda keyakinan sekali pun. Karena amanahnya setiap keputusan yang diambil selalu memuaskan semua pihak.
=> Kelima, Nabi adalah pemimpin yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata (fathanah).
Kata-kata yang keluar dari mulutnya dan kebajikan yang diambilnya menjadi bukti ihwal kecerdasan Nabi. Ketika Nabi berbicara walaupun sebentar, misalnya, maka kata-katanya itu benar-benar menyimpan makna yang mendalam. Berbeda dengan kebiasaan kita, kata-katanya panjang tapi miskin makna.
=> Keenam, Nabi selalu bersikap transparan (tabligh).
Dia sampaikan setiap kebenaran dan diluruskannya segala hal yang dianggap keliru. Di tangannya tidak ada kebenaran yang disembunyikan. Lebih dari itu, dalam menyampaikan kebenarannya pun, Nabi melakukannya dengan cara-cara yang bijaksana (al-hikmah) tutur kata yang santun (al-mauidzhah al-hasanah) diiringi alasan dan logika yang kokoh (al-mujadalah).
Itulah beberapa model nilai-nilai kepemimpinan yang dikembangkan Nabi saw. sebagai modal dasar dalam melakukan perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Nilai-nilai seperti itulah sebenarnya yang seharusnya menjadi pertimbangan utama ketika kita memilih pemimpin. Sebab bagaimana pun juga setiap kepemimpinan dan termasuk orang yang mengangkatnya sebagai pemimpin semua akan dimintai pertanggungjawabannya (kullukum ra’in wa kukullukum mas’ulun ‘an raiyyatih). Sekali kita mengkhianati amanah kepemimpinan, maka sebenarnya kita telah melakukan pengkhianatan kepada Rasul bahkan kepada Allah (Q.S. 8: 27-28)
BAB III
KESIMPULAN
Uraian dalam pembahasan makalah ini dapat dipahami bahwa
pemerintahan yang dijalankan oleh Muhammad saw berdasarkan Wahyu Allah. Dalam
melaksanakan pemerintahan lebih mengedepankan nilai-nilai etika dan norma
keagamaan, serta lebih mengutamakan kemaslahatan umat dengan mengambil
keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Semua kebijakan pemerintahan
Muhammad saw diarahkan untuk memajukan Islam dan kemakmuran masyarakat.
Kebijakan Muhammad saw di Mekah lebih diarahkan kepada perbaikan dalam negeri,
terutama pembentukan karakter keimanan, ibadah dan sosial kemasyarakatan dan
akhlak, sedangkan kebijakan Muhammad saw di Madinah diarahkan tidak saja kepada
masalah keimanan saja tetapi mencakup berbagai aspek kehidupan
bermasyarakat,berbangsa dan bernegara, termasuk di dalamnya kebijakan dalam
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Maidir Harun, Khilafah
dan Masyarakat Islam Modern, (Jakarta: IAIN Imam Bonjol dan Tan Sri,2006),
h.61
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2006), h.26
Hasan Ibrahim Hasan,Sejarah
dan Kebudayaan Islam,(Jakarta: Kalam Mulia: 2001), h.141
http://riwayat.wordpress.com/2008/04/03/kepemimpinan-rasulullah-saw-dan-abu-bakar-shiddiq-ra/
http://ar-ar.facebook.com/notes/keluarga-sakinah/model-kepemimpinan-rasulullah-saw/333812889300
Tidak ada komentar:
Posting Komentar