hujan salju

Jumat, 18 Mei 2012

Kepemimpinan Rasulullah Saw di Mekah dan Medinah Serta Kebijakan Militer Menghadapi Bizantium


KEPEMIMPINAN RASULULLAH SAW
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK VII
AHMAD MUHAJIR LIMBONG   310927289  ( PAI – 8 )
EDI MARTUAH SARAGIH           310927225  ( PAI – 6 )
RIRIN NIFI ASTARI                      310927243  ( PAI – 6 )


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
2010 - 2011
DAFTAR ISI

BAB I             PENDAHULUAN               
BAB II            ISI
1.      Kepemimpinan Rasulullah Saw di Mekah
2.      Kepemimpinan Rasulullah di Madinah
3.      Kebijakan Militer Terhadap Bizantium
4.      Model Kepemimpinan Rasulullah
BAB III          KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

Pemimpin mempunyai kedudukan yang penting dalam sebuah komunitas, kelompok, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemimpin. Suatu komunitas masyarakat, suatu bangsa dan negara tidak aman, maju dan terarah jika tidak adanya seorang pemimpin, maka pemimpin menjadi kunci keberhasilan suatu bangsa maupun suatu negara.
Pemimpin yang mampu memberi rasa aman,tenteram, mampu mewujudkan keinginan rakyatnya, maka dianggap pemimpin yang berhasil. Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang dicintai oleh rakyatnya, bangsanya, pemikirannya dipakai meskipun telah pemimpin itu tidak lagi bersama mereka. Segala perintahnya dilakukan, rakyat membelanya tanpa diminta terlebih dahulu. pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang disukai rakyatnya dan disegani lawannya.
Figur kepemimpinan yang mendekati penjelasan tersebut adalah Rasulullah dan khulafaur rashidin. Rasulullah sebagai pemimpin merupakan anugrah tersendiri, atau semacam keistimewaan yang diberikan Allah kepada Rasulullah saw. Karena pada dasarnya Rasulullah adalah utusan terakhir untuk seluruh umat manusia yang secara juga pemimpin umat manusia.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang bagaimana kepemimpinan Rasulullah saw di Mekah dan Madinah, serta kebijakan militer dalam menghadapi pasukan Bizantium, kemudian akan dilanjutkan dengan membahas tentang pengganti Rasulullah saw yaitu Abu Bakar ra pengertian khalifah, kebijakan peerintahan dan militer. Untuk mempermudah pemahaman maka akan dibahas sebagai berikut.



BAB II
ISI
Kepemimpinan Rasulullah Saw di Mekah dan Medinah Serta Kebijakan Militer Menghadapi Bizantium.
1. Kepemimpinan Rasulullah Saw di Mekah
Teori tentang Muhammad saw jumlahnya sebanyak jumlah penulis riwayat hidup beliau. Misalnya, ada yang menggambarkan beliau sebagai orang yang sakit sawan, ada sebagai seorang penghasut sosialis. Pandangan yang demikian subyektif, umumnya ditolak oleh sebagian besar para sarjana, walaupun hampir tidak mungkin menghindarkan unsur subyektif dalam memberikan gambaran tentang riwayat hidup dan karya beliau. Tetapi kalau merujuk kepada wahyu Allah maka dalam diri Nabi Muhammad saw terdapat pelajaran dan teladan yang baik.” Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”(QS. Al-Ahzab:21). Dari ayat tersebut tergambar jelas bahwa dalam diri Muhammad saw ada teladan yang baik.
Dengan demikian, kalau ada ahli sejarah menyatakan bahwa Muhammad saw penghasut dan mempunyai akhlak buruk adalah bertentangan dengan ayat tersebut , Muhammad saw menderita, tertindas,terancam, tetapi pada sisi lain, beliau telah mendobrak jalan baru dalam cita-cita, kebiasaan zaman, dan tempat kediaman beliau. Fakta satu-satunya yang pasti bahwa ilham beliau adalah keagamaan. Sejak beliau bekerja sebagai penyebar agama, pandangan dan pertimbangannya mengenai orang, peristiwa dan pemerintah berdasarkan wahyu Allah. Muhammad saw adalah Nabi revolusioner yang menerima wahyu dari Allah, wahyu tersebut sebagai landasan inspirasi perjuangan untuk melawan ordo ketimpangan, penindasan yang dibangun masyarakat Arab pada waktu itu. Sebagai Nabi revolusioner, Muhammad saw berjuang di atas kebenaran, kebesaran jiwa demi egalitas sosial. Dengan Muhammad saw di utus untuk membebaskan manusia dari berbagai penindasan, intimidasi, pelecehan kemanusiaan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh para penindas.[1] Muhammad saw menjadi pemimpin manusia yang bertujuan membangun masyarakat yang didasarkan pada nilai- nilai keimanan, egalitas sosial, persaudaraan. Muhammad saw diutus untuk membebaskan para budak, anak yatim, perempuan, kaum miskin dan lemah.
Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa Muhammad saw diutus untuk memberi kabar gembira, dengan membebaskan para budak, anak yatim dan kaum lemah. Perjuangan Muhammad saw dilandaskan pada wahyu Allah. Muhammad saw juga menjadi Nabi Modern yang merasakan pertentangan berkepanjangan antara kebajikan dan kebatilan yang ada dalam formasi sosial ekonomi, perjuangan kelas, perlawanan antara kaum tertindas dan penindas, tertekan dan penekan, budak dan majikan, pekerja tanah dan tuan tanah, antara yang kuat dan yang lemah.
Muhammad saw dilahirkan (tahun 570 M. menurut ahli sunah). Para ahli sejarah yang lain menyatakan bahwa Rasulullah saw lahir pada tanggal 9 Rabiul Awwal, permulaan tahun Gajah, atau bertepatan dengan tanggal 20 atau22 April tahun 571 M. dalam suatu cabang muda dari salah satu keluarga terkemuka di Mekkah, menjadi anak piatu waktu masih muda, kemudian diasuh oleh seorang paman beliau yang melakukan perdagangan dengan kafilah. Kemudian menjadi wakil niaga seorang janda bernama Chadijah ra. yang kemudian diperistrikan, dan menghasilkan putra putri (di antaranya empat putri masih hidup waktu beliau wafat). Fakta-fakta tersebut biasa dan tidak menunjukkan kebesaran beliau di kemudian hari. Tetapi yang membuat nama beliau dikenang dan dikenal adalah karena akhlaknya yang baik dalam memimpin, baik sebagai Nabi maupun sebagai pemimpin negara. Tetapai karena Muhammad saw membawa ajaran yang bertentanagn dengan keyakinan masyarakat pada waktu itu maka Muhammad saw mendapatkan perlawanan dari pemuka masyarakat Mekah yang tidak setuju dan tidak suka terhadap ajaran yang dibawa Muhammad saw.
Bentrokan antara keyakinan tadi dan ketidakpercayaan serta perlawanan dari kelompok-kelompok terus berlangsung. Hal itu dirasakan oleh Nabi saw dan para pengikutnya. Muhammad saw menyadari kedudukannya sebagai seorang utusan Allah. Perlawanan dan pertengkaran dengan penduduk Mekkah itulah yang memaksakan beliau maju dari masa ke masa, sebagaimana sesudahnya adalah perlawanan di Madinah yang menyebabkan Islam muncul sebagai suatu umat agama baru dengan iman, dan lembaga-lembaga yang tegas dan nyata. Keteguhan dalam menghadapi berbagai rintangan dan tantangan menjadikan Muhammad saw menjadi pribadi yang kuat dan tangguh serta konsisten dalam dakwahnya. Meskipun masyarakat Mekah mengadakan perlawanan, tetapi hal tersebut tidak menyurutkan Muhammad saw untuk terus berjuang menegakkan Islam.
Sementara perlawanan penduduk Mekkah bukannya semata-mata karena mereka berpegang teguh pada adat-istiadatnya ataupun ketidakpercayaan agama (meskipun mereka mencemoohkan ajaran Muhammad saw. tentang kebangkitan), akan tetapi karena alasan politik dan perekonomian. Mereka takut akibat ajaran beliau atas kemakmuran mereka. Merekat takut kepercayaan murni terhadap Allah yang tunggal akan merugikan penghasilan yang mereka peroleh dari sanggar pemujaan mereka. Ditambah pula, mereka menginsafi secara cepat dari Muhammad saw. sendiri, bahwa penerimaan ajaran beliau akan mendatangkan suatu kekuasaan politik yang baru dan kuat dalam masyarakat mereka, yang merupakan kelompok seketurunan (oligarki). Mereka adalah para pedagang yang kaya,penguasa budak, tuan tanah yang angkuh dan sombong atas kekayaan mereka miliki, mereka menganggap bahwa wahyu itu seperti kekuatan ekonomi dan politik yang hanay dimiliki oleh orang yang kaya, pemuka agama dan tuan tanah, buklan mi;lik orang miskin, budak, anak yatim. Sehingga ketika ada orang msikin yang memberi semacam pencerahan dianggap tidak penting dan tidak perlu didengarkan, dan dianggap sebagai orang gila.
Bahkan, kaum bangsawan penindas merasa heran melihat seorang lemah dan miskin, seperti anak yatim, budak, pekerja kasar rendahan, tampil menjadi seorang Nabi revolusioner. Mereka mengharapkan pemimpin revolusioner itu datang dari kalangan mereka sendiri yang dapat berbuat sesuatu yang indah dan mewah. Mereka menolak dan menganggap apa yang disampaikan Muhammad saw adalah bohong. Bahkan Muhammad saw dianggap tidak waras, tukang sihir, tukang syair, bahkan Muhammad saw dianggap sebagai perusuh, karena mengarahkan kaum budak, tertindas, kamu msikin dan anak yatim untuk melawan kepada kaum bangsawan Mekah.” Maka tetaplah memberi peringatan, dan kamu disebabkan nikmat Tuhanmu bukanlah seorang tukang tenun dan bukan pula seorang gila. Bahkan mereka mengatakan: “Dia adalah seorang penyair yang Kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya”.(QS. At-Thur:29-30).
Meskipun demikian Muhammad saw tidak putus asa dan terus berjuang bersama para tertindas, orang misikin adan anak yatim. Dari realitas tersebut tergambar bahwa nabi Muhammad saw berjuang bukan untuk mendapatkan kesenangan, tetapi untuk membebaskan manusia dari belenggu ketamakan dunia, kejahatan, penindasan, dan kesewenang-wenangan kaum bangsawan Mekah. Dari penjelasan tersebut dapat dicermati bahwa sebagai pemimpin Muhammad saw tidak membela kepentingan berdasarkan kemampuan ekonomi, tetapi untuk semua manusia yang tertindas, terintimidasi dan untuk orang miskin.
Muhammad muda lahir dari keluarga yang baik-baik dan terhormat di kalangan bangsawan Mekah pada waktu itu. Tetapi nasib membawa beliau harus hidup menderita karena di tinggal oleh ayah dan ibunya. Keadaan memaksa Muhammad Muda harus hidup bersama pamanya. Tetapi berbagai pengalaman pahit tidak membuat Muhammad menjadi manusia lemah sikap dan kepribadiannya. Penderitaan yang dialami Muhammad menjadi penempa diri dan pengalaman penting dalam sejarah kehidupannya. Di antara pengaruh yang ditimbulkan dari pengalaman masa lalunya adalah sikap tanggung jawab, jujur, adil dan bijaksana, teguh pendirian dan tidak mudah terpengaruh oleh perbuatan masyarakat di sekitarnya pada waktu itu.
Kepercayaan, masyarakat Mekah kepada Muhammad saw dapat dicermati dari kesepakatan para pemuka Qurais untuk menunjuk Muhammad saw sebagai penengah pertikaian antara mereka. Pertikaian tersebut dipicu oleh ketidaksepakatan mereka terhadap siapa yang paling berhak untuk meletakkan hajar aswad. “ maka Rasululah pun mengembangkan kain sorbannya dan meletakkan hajar aswad di atasnya serta bersabda:”Hendaklah tip-tiap kabilah memegang ujungnya lalu mengangkat Hajar Aswad bersama-sama samapi sejajar dengan tempatnya semula. Kemudian Muhammad saw mengambil serta meletakkan Hajar Aswad tersebut pada tempatnya semula. Dari peristiwa tersebut dapat dipahami bahwa Muhammad mempunyai kecerdasana untuk memecahkan permasalahan yang sulit.
Sebagai pemimpin Rasululah mempunyai akhlak yang mulia, sehingga dengan akhlak mulai tersebut Muhammad saw dijuluki al Amin. Bahkan Muhammad saw terkenal sebagai kesatria yang teguh memegang janji, santun, baik kepada tentangga serta menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak baik, rendah hati, dermawan, pemberani. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa Muhammad saw mempunyai kepribadian yang mampu mendukung perannya sebagai seorang pemimpin.
Sebelum diangkat menjadi rasul Allah Muhammad mempunyai keteguhan, keteguhan yang tidak di miliki oleh pemuda sebayanya. Keteguhan tersebut dapat dicermati dari sejarah kehidupannya yang enggan bahkan tidak terpengaruh oleh kebiasaan dan keyakinan bangsa Arab waktu itu. “para sejarawan sepakat telah sepakat bahwa Rasulullah saw tidak tertarik dengan agama mana pun yang dianut oleh masyarakat Arab. Beliau selalu menyepi seorang diri dan memikirkan hal itu, sehingga beliau menempuh dan bersikap hanafiah, yakni memeluk agama yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim sebagai agama yang dianut oleh sebahagian masyarakat.
Keteguhan dalam prinsip dalam diri Muhammad sebelum menjadi Rasul Allah merupakan modal awal sebagai seorang calon pemimpin besar. Pemimpin besar adalah pemimpin yang mampu berfikir sebelum berbuat dan banyak merenungi berbagai fenomena yang terjadi dan dialaminya. Pemimpin yang selalu teguh memegang prinsiap tidak akan diombang-ambing oleh berbaghai macam pengaruh dan isu yang akan menyesatkan dan menghancurkan diri dan yang dipimpinnya.
Muhammad saw dalam dakwahnya mengedepankan pendekatan yang efektif, menggunakan argumentasi, akal sehat, tanpa ada unsur paksaan, tetapi lebih mengedepankan unsur kasih saying dan penuh cinta. Sebagaimana yang ditulis oleh Afzalur Rahman dalam bukunya, “Nabi Muhammad Sebagai Pemimpin Militer, Nabi Muhammad saw mengajak orang dengan cara yang sangat memikat dan efektif, dengan menggunakan argumen dan akal sehat untuk mengikuti perkataan Allah. Dia juga menjelaskan pada mereka kebenaran sebenarnya tentang manusia, alam semesta, dan Allah, ajakannya memikat, penuh kasih sayang, bijak dan dengan cara yang baik. Ajakan Muhammad saw yang baik dan memikat akhirnya mendapat simpati, memkat hati masyarakat hati masyarakat Arab, meskipun tidak semua masyarakat Arab yang memeluk Islam pada waktu itu.
Begitu juga dalam menyebarkan dakwah Islam Muhammad saw tidak pernah memaksa masyarakat Mekah untuk memeluk Islam, tidak ada dalam catatan sejarah Muhammad saw memaksa masyarakat Mekah untuk masuk Islam, karena dalam ajaran Islam tidak mengajarkan pemaksaan dalam beragama. Muhammad mengajarkan agama berdasarkan wahyu dari Allah, dan wahyu tersebut menjadi landasan dalam menyebarkan dakwah Islam kepada masyarakat Mekah. Karena wahyu Allah hanya menyuruh Muhammad untuk menyampaikan bukan untuk memaksa mereka untuk patuh dan mengikuti ajaran Islam.” Jika mereka berpaling Maka Kami tidak mengutus kamu sebagai Pengawas bagi mereka. kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada manusia sesuatu rahmat dari Kami Dia bergembira ria karena rahmat itu. dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar) karena Sesungguhnya manusia itu Amat ingkar (kepada nikmat).”(QS. Asy-Syuara:48). Darai ayat tersebut jelas menyatakan bahwa Muhammad saw hanya disuruh untuk menyampaikan tanapa ada unsur perintah untuk memaksa masyarakat Mekah.
Dari sudut pandang manajemen kepemimpinan pemaksaan terhadap bawahan hanya akan membuka peluang permusuhan. Al-Quran menjelaskan bahwa tugas seorang Nabi akan berakhir ketika wahyu telah disampaikan. Kemudian kesemuanya diserahkan kepada masyarakat atau umat untuk menerima atau menolaknya. Hal ini juga dikemukakan oleh Afzalur Rahman bahwa tugas Nabi akan berakhir ketiak firman Allah telah disampaikan kepada umat.
Muhammad saw bertindak sesuai dengan petunjuk dan prinsip wahyu Allah, dakwah islam yang dilakukan di Mekah adalah atas petunjuk Allah. Dengan demikian tidak celah untuk keluar dari prinsip-prinsip Al-Quran . Sehingga dakwah Muhammad saw diterima dengan baik, tanpa paksaan dan merasa terpaksa. Bahkan dalam dakwahnya Allah memberi peringatan kepada Muhammad saw untuk ikhlas karena Allah, dan bukan untuk mendapatkan balas dunia.” Hai orang yang berkemul (berselimut), Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah, Dan perbuatan dosa tinggalkanlah, Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah”.(QS. Al-Mudatsir:1-7).
Dalam awal startegi dakwahnya ,Muhammad saw mendakwahi orang-orang yang ada di sekitarnya, seperti sitrinya, Khadijah, anak pamannya Ali bin Abi Thalib, dan orang-orang terdekatnya, kemudian dilanjutkan kepada masyarakat secara luas terutama kepada para pemimpin dan pemuka masyarakat Mekah Qurais. Seperti Abu Bakar ash Shidiq, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abu Waqqas, Abdurrahman bin Auf dan Thalhah bin Ubaidillah.
Langkah dakwah yang dilakukan Muhammad saw memberi kesan kehebatan dalam strategi seorang pemimpin, kehebatan tersebut dapat dicermatai dari cara dakwah Muhammad saw yang tepat. Ketepatan tersebut dapat dipahami dengan memilih pemuka masyarakat Qurais terlebih dahulu dalam menyebarkan islam, dengan harapan kalau para pemuka tersebut memeluk Islam ada kemungkinan para pengikutnya akan mengikuti pemimpinnya. Karena pada dasarnya masyarakat Arab pada waktu itu sangat fanatic terhadap pemimpinnya, dana budaya seperti ini dibaca dan digunakan Muhammad saw untuk mendakwahkan Islam kepada para pemimpinnya. Srategi tersebut menuai hasil dengan masuknya para pemuka Qurais ke dalam Islam.
Tidak itu saja, setelah dakwah secara sembunyi sembunyi, Muhammad saw membuat semacam tempat/ markas untuk mengatur strategi dakwah dan pendidikan para pengikutnya. Markas tersebut berpusat di rumah tokoh masyarakat Qurais yaitu Al-Arqam bin Abu Al-Arqam, dari markas inilah dakwah secara sembunyi-sembunyi dikendalikan, di markas ini para penganut Islam didik dan didoktrin oleh Nabi saw agar menjadi pemeluk dan pengikut yang kuat, teguh pendirian, taat kepada pemimpin dan Allah.
Setelah mempunyai pengikut tentu perlu tempat untuk pertemuan, pengkaderan dan musyawarah untuk mengatur strategi dakwah dan perjuangan menegakkan agama Islam. Hal inilah yang telah dipikirkan oleh Muhammad saw, sehingga dengan keputusan tersebut mempunyai implikasi yang baik terhadap perjuangan Muhammad saw di Mekah. Rumah Al-Arqam bin Abu Al-Arqam menjadi basis perjuangan Muhammad saw.
Di sisi lain, di kalangan kaum Qurais yang anti terhadap dakwah Muhammad saw mulai mengambil sikap konfrontasi, sikap tersebut makin jelas dengan perbuatan mereka yang menyiksa siap saja yang masuk Islam, tidak itu saja mereka kaum Qurais juga mencaci maki kaum muslim yang sedang salat. Dalam keadaan seperti ini Muhammad saw mengambil kebijakan dengan menyuruh dan menginstruksikan kaum muslim untuk menyembunyikan keislamannya, baik perkataan maupun perbuatan. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury dalam bukunya Sirah Nabawiyah,”langkah bijaksana yang diambil Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam dalam mengahdapi berbagai tekanan itu, beliau melarang orang-orang Muslim menampakkan ke –Islamannya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Beliau tidak menemui mereka kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi.” Kebijakan yang diambil oleh Muhammad saw merupakan sebuah strategi untuk menghadapi orang kafir Qurais. Hal ini dilakukan agar umat Islam terhiondar dari kekejaman mereka.
Dengan adanya taktik tersebut maka umat Islam yang masih sedikit mampu bertahan dan terhindar dari tekanan, intimidasi dan penyiksaan yang dilakukakan oleh orang-oranag kafir Qurais. Kemudian timbul pertanyaan kenapa umat Islam pada waktu itu harus sembunyi-sembunyi bukankah dengan secara terang-terangan akan lebih baik, karena kalau pun mereka meninggal, meninggal secara sahid? Mungkin dalam satu sisi ada benarnya kalau secara terang-terangan ada kemungkinan orang-orang kafir akan menyerang dan akhirnya terjadi perkelahian secara fisik, kalau hal ini terjadi maka ada kemungkinan kaum muslim meninggal, dan kalau meninggal karena membela agama Allah adalah mati syahid.
Tetapi setelah Allah memrintahkan untuk dakwah secara langsung dan terang-terang Rasulullah bangkit dan berdakwah secara langsung didepan umum.” Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu),”(QS.Al-Hijr:94-95).dalam ayat tersebut Allah menyuruh Muhammad saw untuk dakwah secara terang-terangan kepada kaunya.
Artinya adalah resiko yang dihadapi akan lebih besar. Meski demikian Muhammad saw dan pengikutnya dilindungi oleh Allah, atau semacam jaminan keamanan dalam operasi dakwahnya secara terang-terangan. Kalau dakwah sebelumnya bersifat gerilya, dari rumah ke rumah, maka sekarang medan dakwahnya adalah di lapangan terbuka, dakwah terbuka mengandung tantangan yang lebih besar dari pada dakwah secara gerilya sembunyi-sembunyi. Dengan dakwah secara terbuka, maka banyak strategi yang perlu disiapkan untuk melaksanakan hal tesebut. Strategi pertama dilakukan Muhammad saw adalah menyeru kepada kerabat dekatnya yaitu Bani Hasyim dan Bani Al Muthalib bin Abdi Manaf. Kemunginan dengan menyeru kerabat dekat akan lebih mudah, sekaligus menjadi semacam benteng pertahanan yang membelanya ketika mendapat tantangan dari kabilah lain. Tetapi Muhammad saw tidak putus asa dan menghentikan dakwahnya meskipun ditentang dan di hadang. Berbagai rintangan dakwah dilakukanleh orang-orang Qurais, diantara rintangan tersebut adalah, dengan ejekan, penghinaan, olok-olok, penertawaan, dan Sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran dan mereka berkata: “Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila.”(QS. Al-Qalam:51). Mnejelek-jelekkan ajaran beliau, membangkitkan keragu-raguan, menyebarkan anggapan-anggapan yang menyangsikan ajaran-ajaran Muhammad saw, melawan Al-Quran dengandongeng orang-orang dahulu dan menyibukkan manusia dengan dongeng-dongeng itu, menyodorkan beberapa bentuk penawaran, penawaran tersebut adalah usaha untuk mempertemukan Islam dan Jahiliyah di tengah jalan, Orang musyrik meninggalkan sebagaian ajaran mereka dan demikian juga Muhammad saw. Berbagai rintangan tersebut tidak menyurutkan Muhammad saw untuk meneruskan perjuangan dakwahnya. Sebagai seorang pemimpin Muhammad saw menyikapi keadaan tersebut dengan tenang dan penuh kewaspadaan tanpa terpropokasi oleh manuver yang dilakukan oleh-orang-orang musrik Mekah.
Tantangan dan ancaman terus dilancarkan oleh orang musyrik Mekah gangguan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Mekah ditujukan kepada muslim yang masih lemah, dengan harapan mereka akan terganggu dan tertekan jiwanya dan akhirnya kembali ke dalam agama mereka(Jahliyah). Berbagai penyikasaan dan penindasan, intimidasi dilakukan oleh orang musyrik Mekah. Dengan perlakuan seperti itu kaum muslim terjepit dan merasa tidak aman kalau terus tinggal di Mekah. Dalam keadaan genting seperti ini, Muhammad saw mendapat wahyudari Allah untuk segera eksodus dari kota mekah.” . Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”. orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”(QS.10). Ayat tersebut dapat dipahami bahwa selain berisi tentang perintah betakwa juga kabar gembira bagi manusia yang berbuat baik. Dan memberi isyarat untuk mencari daerah lain selain Mekah. Berdasarkan ayat ini Muhammad saw menyuruh kaum muslim hijrah/eksodus ke Habasyah.
Berdasarkan peristiwa tersebut dapat dipahamai bahwa eksodus dari daerah sendiri menuju daerah lain ketika genting dan bahaya yang mengancam nyawa dibolehkan dalam Islam. Kebolehan ini sangat beralasan karena menyangkut nyawa seseorang, maka langkah untuk eksodus dari Mekah menuju Habasyah adalah tindakan tepat yang dilakukan oleh Muhammad saw sebagai seorang pemimpin, eksodus ke Habasyah dapat dianggap sebagai mencari suaka politik. Karena mereka meminta perlindungan kepada raja Habasyah. Meminta suaka politik dibolehkan dengan alas an di daerah /negara sendiri tidak merasa aman, terintimidasi dan terancam jiwanya, maka langkah yang tepat adalam mencari suaka politik ke daerah lain atau negara lain.
Kepemimpinan Muhammad saw di Mekah lebih difokuskan kepada pembentukan karakter kepribadian, penguatan keimanan, dan pendidikan. Menurut Mahmud Yunus pengkaderan yang dilakukan oleh Rasulullah saw kepada kaum muslim meliputi; pertama materi keimanan, yang memfokuskan kepada iman kepada Allah, bahwa Allah itu Esa, beriman kepada kenabian Muhammad saw, bahwa Muhammad saw adalah benar utusan Allah, serta mengimani bahwaAl-Quran berasal dari Allah. Kedua materi ibadah, amal ibadah yang dianjurkan Muhammad saw ketika masih di Mekah adalah salat, sebagai konsekuensi pernyataan mengabdi kepada Allah, ungkapan rasa syukur, membersihkan jiwa dan menghubungan hati dengan Allah. Yang pada mulanya mereka salat secara sembunyi-sembunyi di rumah Arqam. Sedangakn untuk zakat masih belum diatur, pembayaran zakat hanya diberikan kepada orang msikin dan anak yatim. Ketiga materi pengkaderan yang diberikan Muhammad saw diMekah adalah materi akhlak. Muhammad memnganjurkan kepada kamumuslim di Mekah berakhlak mulia sepertiadil, menepati janji, pemaaf, tawakkal, bersyukur atas nikmat Allah, saling menolong, berbuat baik kepada kedua orang tua dan memberi makan orang miskin, musafir dan meninggalkan akhlak yang buruk.
Pengkaderan yang dilakukan oleh Rasulullah merupakan langkah yang tepat sebelum melakukan ekspansi dakwah ke luar, karena pengkaderan dan pendidikan kejiwaan kepada para pengikutnya merupakan strategi utama dalam membangun kesolidan pasukan. Muhamad saw menyadari bahwa kesolidan dan kesatuan anggota samgat penting dalam mendukung dan memperkuat suatu tujuan. Sehingga kecil kemungkinan kelemahan tarjadi dalam diri para anggota. Afzalur Rahman menyatakan bahwa Muhamad saw mengkader anggotanya agar terhindar dari kelemahan, langkah-langkan yang dilakukan Muhammad saw adalah menggunakan factor moral, rohani, psikologis dan fisik yang kesemua itu dapat membantu memperkuat keyakinan mereka atas kebenaran dan kemuliaan tujuan dakwah dan agama yang mereka anut. Kebijakan yang dilakukan oleh Muhammad saw adalah bukti bahwa beliau adalah pemimpin yang mengetahui satategi kepemimpinan, karena beliau menyadari bahwa tidak ada artinya mempunyai pasukan yang kuat dari segi persenjataan, tetapi lemah dalam spirit dan kejiwaannya.
Pengkaderan yang dilakukan Muhammad saw adalah berdasarkan wahyu Allah yang turun di Mekah, kesemuanya secara umum berisi tentang ketauhidan, kewajiban social terhadap sesama, dan tentang tanggung jawab masing- masing individu dihadapan Allah. Dengan demikian makin memperjelas anggapan bahwa yang dilakukan Muhammad saw adalah inspirasi dari wahyu Allah untuk mengkader pengikutnya menjadi militan tangguh dalam menghadapi berbagai rintangan dan tantangan kaum kafir Qurais. Dalam mengakedar Muhammad saw mengakui mendapatkan inspirasi dari Al-Quran sebagai wahyu Allah. “Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah Termasuk orang-orang musyrik”. Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.Katakanlah: “Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, Padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”(QS. Al-Anam:161-164).
Sebagai seorang pemimpin Muhammad saw peduli terhadap kaum mustadhafun (kaum tertindas dan lemah), para budak, pekerja rendahan, tukang batu, wanita, anak-anak yatim, orang-orang tertindas, kepedulian ini menimbulkan kekhawatiran kalangan bangsawan Mekah, yaitu parasaudagarkaya, tuan tanah, pemuka agama, mereka merasa terancam dengan berkumpulnya para mustadhafun tersebut, mereka cemaskalau para proletar itu akhirnya mengancam kedudukan mereka. Kemudian kaum bangsawan Mekah meminta kepada Nabi Untuk mengembalikan mustadhafun tersebut, tetapi permintaan itu ditolak oleh Muhammad saw.
Kalaulah Muhammad sebagai seorang materialis maka permintaan kaum penindas akan dikabulkan. Karena pada dasarnya Muhammad saw juga berasar dari kaum miskin lemah dan tertindas, maka mustahil Muhammad saw akan menyerahkan para mustdhafun ketangana para penindas tersebut. Muhammad saw berjuang untuk persamaan dan kebenaran bukan untuk harta benda, Muhammad saw berjuang untuk mencari ridha Allah, membebaskan kaum tertindas dan lemah, membangun ordo kebenaran berdasarkan wahu ketauhanan, keadilan dan persamaan. “Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah Kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah Kami penolong dari sisi Engkau!”.(Qs. Annisa:75).
Secara umum kebijakan Muhammad saw ketika di Mekah bersifat pembangunan rohani dalam anggotanya, sebab pada saat itu Muhammad saw belum mempunyai kekuasaan secara penuh. Dikatakan tidak secara penuh karena Muhammad saw tidak menguasai Mekah secara keseluruhan. Dengan demikian secara teritorial Muhammad saw tidak mempunyai wilayah kekuasaan. Tetapi apabila di tinjau dari segi kekuasaan bersifat keagamaan, dimungkinkan karena Muhammad saw mendapatkan wahyu dari Allah berupa Al-quran untuk membawa manusia ke jalan Allah. Dalam hal ini, peninjauan Muhammad sebagai pemimpin lebih kepada aspek keagamaan. Kemudian timbul pertanyaan. Mengapa Muhammad dianggap sebagai pemimpin atau memimpin di Mekeh? Jawabnya adalah karena Muhammad saw mempunyai pengikut, yaitu orang Mekah yang telah masuk Islam, dan jumlahnya pun sangat sedikit jika dibanding dengan jumlah penduduk Mekah.
Tetapi yang pasti kepemimpinan Muhammad saw diakui oleh umatnya sendiri, yang pada waktu itu masih sedikit. Dengan demikian secara internal Muhammad saw diakui sebagai seorang pemimpin. Peran kepemimpinan Muhammad tercermin dengan mengatur , mengendalikan dan mengkader para pengikutnya untuk teguh pendirian, berakhlak, beriman dan berjiwa sosial.
Kepemimpinan Muhammad saw terlihat jelas tatkala mengetahui bahwa pengikutnya mendapat tekanan, intimidasi dan penyiksaan yang dilakukan oleh kafir Mekah.sebagai pemimpin Muhamad saw tidaktinggal diam, Muhammad saw menyuruh semau pengiktunya untuk eksodus dari Mekah dan menuju Habsi, dan sebelum memutuskan utnuk eksodus ke Habsyi Muhammad saw telah memikirkan dan menganalisa keadaan dan situasi di Habsyi, akhirnya dengan beberapa pertimbangan akhirnya Muhammad saw memilih Habsyi sebagai tujuan eksodus untuk mencari suaka politik. Hal senada diungkapkan Hasan Ibrahim Hasan, bahwa ketika Muhammad saw mernyaksikan penderitaan sahabatnya oleh kaum kafir Mekah, maka Muhammad saw menyuruh para sahabat tersebut eksodus ke Habsyi, karena di sana Rajanya adil dan bijaksana, di samping itu Habsyi adalah negeri yang aman.
2. Kepemimpinan Rasulullah di Madinah
Setelah yakin bahwa dakwah di Mekah tidak mendapatkan sambutan maka nabi Muhammad saw amemutuskan untuk eksodus dari Mekah dan menuju Yatsrib/Medinah, keputusan ini diambil setelah selam sepuluh tahun Muhammad saw di Mekah tidak mendapatkan sambutan yang baik dari masyarakat Mekah, maka Beliau memilih untuk pergi ke Yatsrib. Muhammad saw di sambut baik oleh masyarakat Yatsrib. Di Yatsrib Muhammad saw memfokuskan pembinaan dalam bidang keimanan, kedua pendidikan ibadat, ketiga pendidikan akhlak, keempat pendidikan, kesehatan jasmani, kelima pendidikan kemasyarakatan. Pengakderan dan pendidikan yang dilakukan oleh Muhammad saw di Yatsrib lebih mendalam dan komplek meliputi berbagai aspek kehidupan. Hal ini dilakukan karemna kebutuhan yang lebih besar dan permaslahan yang lebih komplek.
Nurcholish Madjid [selanjutnya ditulis Nurcholish] menyatakan kesadaran akan posisi sebagai Rasul Allah dan pemimpin Negara menjadikan Muhammad saw berkeinginan untuk mengubah kota Yatsrib menjadi Madinah. Pengubahan nama kota ini dilihat dari strategi perjuangan global, merupakan sebuah deklarasi untuk mendirikan tatanan masyarakat politik modern yaitru Negara Madinah. Lebih lanjut Nurcholish menyatakan bahwa secara istilah perkataan Arab, Madinah berarti kota. Pengertian semantic ini mempunyai kebahasaan . berdasarkan akar katanya dina-yadinu, yang artinya tunduk atau patuh, maka perkataan madinah mengandung pengertian dasar tempat kepatuhan atau sistem kepatuhan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahwa kat5a madinah adalah tempat hunian sekumpulan manusia yang tunduk kepada suatu aturan atau hukum.
Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa langkah yang dilakukan oleh Muhammad saw adalah sebuah langkah politis untuk mengarahkan masyarakat Madinah dalam satu tujuan utama yaitu membentuk Negara yang tunduk kepada aturan hukum, bukan Negara yang tundukkjepad kelompok atau tunduk kepada kepala-kepala kabilah tertentu. Madinah menurur Nurcholish dapat dipahami sebagai tempat peradaban, lawan dari biadab, menurut Nurcholish inti dari peradaban adalah system kepatuhan kepada suatu aturan bersama atau hukum. Sebab tanpa ada kepatuhan maka peradaban tidak akan ada.
Usaha mendirikan Negara Madinah merupakan eksperimen Muhammad saw untuk mengejawantahkan kehidupan Islam yang bersumber dari wahyu Allah. Berdasarkan prinsip Al-Quran Muhammad saw memulai pengembangan politiknya dengan menggalang kerjasama dengan semua kelompok yang ada di Madinah, termasuk di dalamnya kaum Yahudi. Kerjasama terrsebut dapat dicermati dengan lahirnya piagam Madinah sebagai berikut:pertama, setiap suku dan kelompok akan megurur urusannya sendiri dan menyelesaikan sendiri perselisihannya menurut hukum dan kebiasaan sendiri. Kedua tidak ada pihak Yahudi atau muslim yang boleh melakukan persetujuan kapan pun juga dengan salah satu pihak atau kelompok yang tinggal di luar Madinah. Ketiga, kalau terjadi pertempuran di luar batas-batas Madinah, tidak ada penduduk Madinah yang dapat dipaksa untuk bertempur di pihak mana pun dari pihak yang berselisih. Keempat orang Yahudi harus memberikan sumbangan biaya jkalau mereka bertempur bahu- membahu dengan orang muslim melawan musuh bersama. Kelima, setiap suku atau kelompok bebas menjalankan agamanya. Orang Yahudi menjalankan agamanya dan orang islam menjalankan agamanya. Keenam, kalau ada serangan dari pihak luar, masing masing pihak akan membantu pihak yang lain. Jika salah satu pihak terlibat pertempuran pihak lain akan memberikan bantuannya, dan jika salah satu pihak membuat perdamaian, pihak yang lainnya juga membuat perdamaian dengannya. Tidak ada satu pihak pun juga yang akan memberikan perlindungan pada orang Qurais di Mekah. Ketujuh, kota Mekkah adalah kota suci dan tidak boleh dilanggar oleh semua pihak yang menandatangani perjanjia tersebut. Kedelapan, dalam semua perselisihan di anatar pihak-pihak yang menandatangani perjanjaian ini di Madinah, Nabi Muhammad saw akan bertindak sebagai wasit dan putusannnya adalah keputusan tertinggi. Piagam Madinah tersebut makin mengkokohkan Muhammad saw menjadi kepala Negara.
Sebagai kepala Negara Muhammad saw selalu mengedepankan musyawarah,” hal ini dapat dipahami dari firman Allah, “dan bagi orang-orang yang mematuhi seruan Allah dan mendirikan salat, sedangkan urusan mereka selesaikan/putuskan dengan musyawarah diantara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian rezki yang kami berikan mereka.”(QS.Asyuura:38). Bahkan, dalam musyawarah Muhammad saw mengikuti pendapat suara terbanyak meskipun berbeda pendapat dengan pendapat pribadi beliau dari kutipan tersebut mengandung arti bahwa Muhammad saw sebagai pemimpin Negara dan sekaligus seorang utusan Allah tidak berbuat sewenang-wengan dan memanfaatkan kedudukannya tersebut. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Nurcholish Madjid bahwa Muhamad saw berpenampilan manusia, egaliter, adil dan demokratis.
Dalam rangka menguatkan tatanan masyarakat dan Negara Madinah Muhammad saw meletakkan dasar-dasar kemasyarakatan yaitu pertama, pembangunan masjid, selain untuk tempat salat juga untuk sarana pemersatu umat Islam pada waktu itu, sebagai temapt msuyawarah, pusat pemerintahandan pendidikan. Kedua, ukhuwwah islamiyyah, persaudaraan sesame muslim. Ketiga, menghubungkan tali persaudaraan dengan pihak lain yang tidak beragam Islam. Selain itu Muhammad saw juga menjalin perjanjian dengan golongan lain untuk menjaga stabilitas keamana Medinah. Perjanjian yang dibuat oleh Muhammad saw merupakan sebuah konstitusi yang dibuat untuk mengatur jalannya pemerintahan.
Sebagai kepala pemerintahan Muhammad saw membentuk tentara dan membuat aturan tentang peperangan, pertama umata islam didizinkan berperang dengan dual asana, pertama untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya. Kedua menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalang-halanginya. Dari kutipan tersebut dapar dicermati bahwa Muhammad saw cepat tanggap terhadap kedudukannya sebagai kepala Negara, kesigapan tersebut tercermin dari kebijakannya yang segera membuat aturan–aturan yang memungkinkan kedamaian dan ketentraman terwujud di Medinah.
Pada tahun keenam Hijriyah Muhammad saw berangkat ke Mekah untuk menuanaikan umrah, berziarah ke baitullah di luar musim haji. Muhammad saw bersama seribu empat ratus kaum muslimin, tetapi sebelum mencapai kota Mekah rombongan Muhammad saw dicegat oleh kaum musyrikin Mekah. Kejadian ini menimbulkan ketegangan di kedua belah pihak, akhirnya pihak kaum muslimin dan musyrikin Mekah mengutus utusan kepada Rasulullah saw untuk bernegosiasi dan akhirnya menghasilkan gencatan senjata, isi gencatan senjata tersebut adalah, pertama gencatan senjata di antara kedua belah pihak berlaku untuk jangka waktu sepuluh tahun. Kedua, Rasulullah saw harus megembalikan ke Mekah bila ada orang Qurais yang dating sebagai muslim di Madinah tanpa izin wali. Ketiga, orang-orang Qurais tidak diharuskan mengembalikan ke Madinah bila ada orang dari pihak Muhammad saw yang datang ke Mekah. Keempat, barangsiap menghendaki untuk mengadakan ikatan persekutuan dengan pihak Qurais dipersilahkan, dan siapa menghendaki, selain orang-orang Qurais, untuk mengadakan ikatan persekutuan dengan Muhammad saw juga dipersilahkan. Kelima, Rasulullah saw untuk tahun ini harus kembali ke Madinah tanpa umrah dan untuk tahun yang akan datang beliau bersama para sahabatnya dipersilahkan datang ke Mekah sesudah terlebih dahulu orang-orang Qurais keluar dari Mekah, beliau dan para sahabat hanya berada di sana selama tiga hari dengan tanpa membawa senjata selain hanya pedang yang dimasukkan ke dalam sarungnya. Gencatan senjata ini memberi keunutungan yang besar bagi Muhammad saw, karena kaum muslimin mempunyai kesempatan untuk menjalin hubungan dengan pihak luar dan sekaligus memberi kesempatan yang luas untuk melakukan konsolidasi ke dalam masyarakat Madinah.
Secara umum kepemimpinan Rasullulah saw di Medinah sukses, kesuksesan tersebut dapat dipahami dari keberhasilan Rasulullah saw membangun masyarakat tunduk kepada hukum. Masyarakat majemuk yang hidup rukun dan damai dalam bingkai keislaman.
3. Kebijakan Militer Terhadap Bizantium
Serbuan ke Mekah lebih bersifat politik daripada militer, karena serbuan tersebut merupakan pamer kekuatan dan kekuasaan muslim pada pihak Quraisy dan sekutunya. Quraisy merupakan penghalang utama, sedangkan kabilah lainnya hanya bersifat menunggu atau tidak reaksi untuk membela salah satu, tetapi hanya sebagai penonton saat. Kemenangan atas kaum Quraisy merupakan kemenangana besar bagi kaum muslim. Jadi tujuan utama dari penyerbuan ke Mekah adalah untuk membuktikan bahwa pemerintahan Islam ada dan tetap eksisi dan diperhitungkan. Di samping itu adalah semacam unjuk kekuatan militer kepada para kabilah yang ada pada waktu itu. Bahkan setelah penyerbuan ke Mekah Muhammad saw juga melakukan penyerbuan ke daerah Hunaian dan Taif sebagai basis kekauatan kaum Quraisy. Muhammad juga terus bergerak melakukan penyerbuan ke Roma dengan pasukan yang berkekuatan tiga puluh ribu orang. Sebuah jumlah yang sangat besar yang pernah ada. Dari sudut pandang militer dan politik penyerbuan ke Roma merupakan strategi untuk unjuk keberanian dan kekuatan. Unjuk kekuatan dankeberanian ini membuahkan hasil dengan tunduknya beberapa daerah yang pernah tunduk di bawah kekuasaan Roma/ Bizantium. Kemudian pada tahun delapan Hijrah/ September 629 Masehi terjadi peperangan besar. Perang tersebut bernama pertempuran mu’tah karena tempat peperangan tersbut berada di Mu’tah daerah/ dususn sebelum masuk ke wilayah Syam. Sedangkan latar belakang pertempuran ini adalah karena pembunuhan utusan Muhammad saw Al-Harist bin Umair. Al-Harits bin Umair diutusa Muhammad saw untuk mengantarkan surat kepada pemimpin Busra, tetapi ketika di perjalan dicegat oleh Syurahbil bin Amr Al-Ghassany. Padahal pembunuhan terhadap utsan merupakan kejahatan yang keji, ketiak mendengar utusannya dibunuh Muhammad saw murka danmarah besar. Untuk menanggapai kejadian tersebut Muahmmad saw mengabil kebijakan untuk menyerbu dengan kekuatan pasukan tiga ribu orang.
Muhammad saw mengambil kebjakan tentang pergantaian panglima dalam perang tersebut, pertama panglima pertama dipimpin oleh Zaid bin Haritshah, kalau Zaid Gugur maka digantikan oleh Ja’far. Apabila Ja’far gugur maka penggantinya adalah Abdullah bin Rawahah. itulah di antara kebijakan Muhamad saw dalam militer ketika menghadapi Binzantium.



4. Model Kepemimpinan Rasulullah
Nabi dalam kesadaran umat Islam merupakan teladan dalam segenap hal (uswah hasanah). Dalam kata-kata Iqbal, “Cinta kepada Nabi mengalir bak darah di dalam urat-urat umatnya” atau dalam lukisan Rumi, “Inilah sahabatku, inilah dokterku, inilah guruku, inilah obatku” (hadza habibi, hadza thabibi, hadza adibi, hadza dawa’i).

Sejarah mengajarkan bahwa model kepemimpinan Nabi betul-betul telah mampu mengubah raut sejarah dari yang semula primitif (jahiliah) menjadi beradab dalam waktu yang relatif singkat selama 23 tahun. Yahdi minaz zulumati ilan nur. Keberhasilan mengagumkan yang tempo hari membuat seorang orientalis Hart dalam bukunya yang mengangkat seratus tokoh yang telah mengubah dunia dia tidak ragu lagi menempatkan Muhammad dalam urutan pertama.

Model kepemimpinan yang dikembangkan Nabi intinya tidak lain dilandaskan pada moralitas yang kokoh. Nabi sebagai seorang pemimpin umat dan masyarakat benar-benar mencitrakan dirinya sebagai sosok yang memiliki akhlak mulia yang layak diteladani dalam segenap hal. Malah moralitas ini pula yang menjadi tema dan daya tarik “kampanye” dari risalah yang disosialisasikan sepanjang karir kenabiannya sehingga mampu menyedot masyarakat untuk menjadi pengikut setianya tanpa diiming-iming materi, menjadi jemaahnya dengan kerelaan berkorban yang luar biasa. “Aku diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak,” jelas Nabi.

             Moralitas atau akhlak kepemimpinan seperti apa yang dikembangkan Nabi ini? Minimal kita dapat mencatat ENAM HAL penting akhlak yang melekat dalam kepemimpinan Nabi.[2] Yaitu :

=> Pertama, beliau adalah sosok yang mampu meresapkan rasa keadilan yang merata kepada semua pihak tanpa kecuali.

Keadilan di tangan Nabi tidak pernah dikorbankan atas nama apa pun seperti terpantul dari ajaran-Nya, “Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuat kamu tidak berlaku adil” (Q.S. 5:8). Nabi sadar betul bahwa keadilan merupakan jendela guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Dalam bahasa Alquran, keadilan merupakan alat untuk merengkuh takwa (Q.S. 5:8) dan takwa merupakan prasyarat terbukanya rezeki dari langit (Q.S. 7:96).

Tercantum dalam sebuah riwayat, suatu hari di Madinah terjadi skandal ekonomi yang melibatkan seorang wanita dari elite lingkaran kekuasaan (al-mar’ah al-syarifah), kemudian para sahabat berkumpul dan hasilnya diutuslah salah seorang dari mereka untuk menemui Nabi dan meminta keringanan hukuman bagi perempuan ini.

Apa jawaban Nabi? Dengan tegas Nabi mengatakan, “Camkan, sesungguhnya yang telah menghancurkan bangsa Yahudi dulu adalah karena hukum telah bersikap pandang bulu. Ingat! Seandainya Fatimah anak saya sendiri yang korupsi, maka saya sendiri yang akan memotong tangannya!” Pemimpin yang adil kelak, kata Nabi, adalah “salah seorang dari tujuh kelompok yang akan dilindungi di alam mahsyar.”

=> Kedua, Nabi benar-benar memimpin dengan sentuhan rasa cinta, empati dan simpatik yang tiada tara yang dipersembahkan kepada seluruh umatnya.

Begitu cintanya Nabi kepada rakyatnya sampai-sampai kata-kata yang keluar dari mulutnya ketika hendak mengembuskan nafasnya pun adalah simpul dari kecintaannya, “ummati… ummati… ummati” (bagaimana nasib umatku kelak…). Bahkan lebih dari itu kecintaan juga beliau alokasikan untuk binatang dan alam sebagaimana tergambar dari kebijakannya yang membuat kawasan hima (cagar alam) di Madinah dan tanah haram di seputar Mekah di mana di tanah ini siapa pun tidak diperkenankan membunuh binatang bahkan mencabut sehelai rumput. Sebuah gambaran akan kesadaran ekologis yang sangat mengagumkan.

=> Beliau sangat paham bahwa kata-kata itu bukan hanya akan membawa pengaruh bagi lingkungan tapi juga dapat membawa akibat kelak di akhirat. Beliau senantiasa berpedoman kepada prinsip, “Apabila tidak bisa berkata benar dan jujur maka lebih baik diam”.

=> Keempat, beliau adalah pemimpin yang selalu menjunjung tinggi amanah.

Beliau tidak pernah berjanji kecuali janji itu ditepati. Al-amin atau orang yang terpercaya jauh-jauh hari merupakan atribut yang melekat dalam dirinya. Sikap amanah yang diakui bukan hanya oleh sahabat-sahabatnya sendiri bahkan oleh mereka yang berbeda keyakinan sekali pun. Karena amanahnya setiap keputusan yang diambil selalu memuaskan semua pihak.

=> Kelima, Nabi adalah pemimpin yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata (fathanah).

Kata-kata yang keluar dari mulutnya dan kebajikan yang diambilnya menjadi bukti ihwal kecerdasan Nabi. Ketika Nabi berbicara walaupun sebentar, misalnya, maka kata-katanya itu benar-benar menyimpan makna yang mendalam. Berbeda dengan kebiasaan kita, kata-katanya panjang tapi miskin makna.

=> Keenam, Nabi selalu bersikap transparan (tabligh).

Dia sampaikan setiap kebenaran dan diluruskannya segala hal yang dianggap keliru. Di tangannya tidak ada kebenaran yang disembunyikan. Lebih dari itu, dalam menyampaikan kebenarannya pun, Nabi melakukannya dengan cara-cara yang bijaksana (al-hikmah) tutur kata yang santun (al-mauidzhah al-hasanah) diiringi alasan dan logika yang kokoh (al-mujadalah).

Itulah beberapa model nilai-nilai kepemimpinan yang dikembangkan Nabi saw. sebagai modal dasar dalam melakukan perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Nilai-nilai seperti itulah sebenarnya yang seharusnya menjadi pertimbangan utama ketika kita memilih pemimpin. Sebab bagaimana pun juga setiap kepemimpinan dan termasuk orang yang mengangkatnya sebagai pemimpin semua akan dimintai pertanggungjawabannya (kullukum ra’in wa kukullukum mas’ulun ‘an raiyyatih). Sekali kita mengkhianati amanah kepemimpinan, maka sebenarnya kita telah melakukan pengkhianatan kepada Rasul bahkan kepada Allah (Q.S. 8: 27-28)
BAB III
KESIMPULAN
Uraian dalam pembahasan makalah ini dapat dipahami bahwa pemerintahan yang dijalankan oleh Muhammad saw berdasarkan Wahyu Allah. Dalam melaksanakan pemerintahan lebih mengedepankan nilai-nilai etika dan norma keagamaan, serta lebih mengutamakan kemaslahatan umat dengan mengambil keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Semua kebijakan pemerintahan Muhammad saw diarahkan untuk memajukan Islam dan kemakmuran masyarakat. Kebijakan Muhammad saw di Mekah lebih diarahkan kepada perbaikan dalam negeri, terutama pembentukan karakter keimanan, ibadah dan sosial kemasyarakatan dan akhlak, sedangkan kebijakan Muhammad saw di Madinah diarahkan tidak saja kepada masalah keimanan saja tetapi mencakup berbagai aspek kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara, termasuk di dalamnya kebijakan dalam pendidikan.












DAFTAR PUSTAKA


Maidir Harun, Khilafah dan Masyarakat Islam Modern, (Jakarta: IAIN Imam Bonjol dan Tan Sri,2006), h.61
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2006), h.26
Hasan Ibrahim Hasan,Sejarah dan Kebudayaan Islam,(Jakarta: Kalam Mulia: 2001), h.141
http://riwayat.wordpress.com/2008/04/03/kepemimpinan-rasulullah-saw-dan-abu-bakar-shiddiq-ra/

http://ar-ar.facebook.com/notes/keluarga-sakinah/model-kepemimpinan-rasulullah-saw/333812889300




[1] http://riwayat.wordpress.com/2008/04/03/kepemimpinan-rasulullah-saw-dan-abu-bakar-shiddiq-ra/
[2] http://ar-ar.facebook.com/notes/keluarga-sakinah/model-kepemimpinan-rasulullah-saw/333812889300

Tidak ada komentar:

Posting Komentar